Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

"Parpol Online", Kendaraan Alternatif Capres itu Ada

Diperbarui: 22 Mei 2018   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Fenomena pembuatan partai politik sebagai kendaraan pencapresan memang sudah lama. Wiranto, Prabowo, Hari Tanoe, dan yang gagal seperti Rhoma Irama, adalah pelaku-pelaku pembuatan kendaraan untuk menerobos dominasi partai politik dan calon yang ada.

Tidak salah, ketika ketua umum partai politik akan jauh lebih mendapatkan kemudahan untuk menjadi kandidat presiden atau wakil. Apakah demikian?

Dalam beberapa waktu terakhir, sebelum tergeser oleh pembicaran bom dan terorisme, salah satu elit Gerindra, Sandiaga Uno menyebut dua menteri perempuan, Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani sebagai  salah satu bakal calon wakil presiden bagi Prabowo. Jelas mereka bukan orang partai politik. Mengapa mereka mendapatkan lirikan? Jelas karena prestasi.

Sebenarnya dalam skala lebih kecil, pilkada jauh lebih banyak bukan kader atau berasal dari parpol. Mereka memiliki reputasi cukup baik dan membuat partai politik kepincut dengan capaiannya itu. Jelas bahwa mungkin capres tidak memiliki partai politik itu sebenarnya.

Contoh cukup banyak sebenarnya. paling fenomenal jelas ada pada Jokowi dan nama yang membuat sensi Ahok. Suka atau tidak, rela atau berat hati dua nama itu tetap menjungkirbalikan partai politik dan "pemilik" partai, ketua umum sebagai kandidat terkuat untuk menjadi capres.

Pak Boed pun demikian, beliau bukan seorang praktisi politik. Jauh dari hingar bingar politik, seorang bankir, dan akademii, namun toh bisa juga menjadi wakil presiden.

Tidak perlu repot-repot para warga bangsa yang merasa layak, pantas, dan memiliki rasa untuk membangun dengan menjadi presiden atau wakil presiden jika memang tidak memiliki partai politik. Toh partai politik belum tentu memiliki kader yang cukup mumpuni untuk menjadi kandidat ini dan itu.

Syarat yang cukup komplit sering tidak memadai para ketua umum partai  politik atau elit partai. Kadang tenar, orang mengelu-elukan, pinter dalam banyak bidang, toh tidak cukup dalam elektabilitas. Hal ini sudah dibuktikan Yusril dan Amien Rais. Ada PBB dan PAN yang akan mengusung pun tidak bisa. Atau pengalaman Abu Rizal Bakrie, kurang apa medianya dengan ANTV dan TVOne yang demikian masif mengiklankan diri, Golkar kurang gede apa, toh menjadi calon saja tidak bisa.

Elit pun jika sudah tenar, merasa memiliki partai, lupa yang namanya dalam bahasa Jawa pulung, dewi fortuna bagi dunia lain, atau garis tangan. Hal ini sering membuat orang menjadi meradang kalau tidak terpilih, merasa dunia gelap gulita, merasa pihak yang menang sebagai pelaku kecurangan, dan selama lima tahun membuat gerakan-gerakan yang tidak patut.

Siapa sih menyangka kalau Jokowi bisa menjadi presiden. Bukan ketua partai, bukan pula elit nasional, masih daerah, toh karena prestasinya lah beliau bisa naik ke posisi itu. Gak perlu sensi dan mengotori lapak komentar, ingat Prabowo pun ikut membawa Jokowi dari Solo ke Jakarta. Artinya apa yang dinyatakan Zon selama ini nol besar, karena dia juga mendukung kala di Jakarta.

Pun demikian, PKS tidak bisa mengatakan ini itu, jika tidak amnesia, dan ingat bagaimana merekaa juga mendukung di pilwako kedua di Solo. Atau Jokowi yang mundur kualitasnya? Atau tidak menerima kenyataan bahwa yang dulu didukung kini tidak memberikan peluang yang baik bagi kelompoknya? Yang tahu hanya kalian dan Tuhan saja tentunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline