Jokowi produsen SARA, menelaah pola pikir waketum Gerindra, entah dari mana cara pikir, kesimpulan diambil, dan kesimpulan dibangun hingga mendapatkan kesimpulan, bahwa istana atau Jokowi yang memproduksi isu SARA selama ini. inikah pola pikir selevel wakil ketua umum partai tiga besar pemilu? Emosional, abai akan data, dan bisa seenaknya mengambil kesimpulan dan akhinya menjadi pernyataan yang jelas susah bisa dinalar.
Ada dua pernyataan besar, cukup signifikan di dalam menanggapi ketua DPR yang merasa bahwa duet Jokowi-Prabowo bisa menjadi salah satu solusi mengurangi isu SARA di dalam perpolitikan nasional. Sanggahan diberikan wakil ketua Gerindra, yang cukup menarik. sebagaimana dikutip dari media lain sebagai berikut, "Gak ada hubungannya itu. Taruhan sama saya, ketika Jokowi gak jadi Presiden, gak ada lagi itu isu SARA," ujar Ferry saat dihubungi merdeka.com, Selasa (24/4).
Jika saja berhenti demikian saja, sangat bisa dipahami karena paling tidak dua alasan, pertama karena menghendaki Prabowo yang menjadi presiden, dan semasa Jokowi yang memimpin hal itu, SARA begitu marak. Sangat bisa diterima nalar, pola pendekatannya. Militer lebih cocok, tidak ada yang salah, jika alasannya ini.
Kedua, karena pendekatan Jokowi pada beberapa kelompok yang selama ini memperoleh angin, kemudian susah berkutik sehingga isu-isu dimanfaatkan dengan masif oleh beberapa pihak yang kepentingannya terusik, hal ini juga masih bisa diterima akal, dan tidak ada yang berpotensi pidana. Masih sangat wajar dalam tensi politik yang mulai naik.
Namun menjadi tuduhan yang tidak berdasar, ketika pernyataan berikut muncul,"Isu SARA Jokowi yang produksi, kubu Istana yang produksi," ucapnya.
Beberapa hal yang perlu dilihat dengan jernih, obyektif, dan dengan kepala dingin, beberapa fakta yang selama ini ada;
Pertama, siapa yang dikaitkan dengan ras tertentu, antara Prabowo atau Jokowi? Jelas-jelas Prabowo yang memiliki darah dan etnis tertentu malah seolah ditutupi, dan darah Jokowi yang nyata malah dikaitkan dengan yang bukan darahnya. Ingat ini bukan soal rasis, fakta yang dibolakbalik.
Kedua, jika Jokowi dan istana yang produksi isu SARA, jelas pelanggaran hukum, melanggar sumpah jabatan presiden, mengapa tidak melapor polisi, bawa ke dewan, majelis, dan impeacment presiden, atau wakil ketua parpol ini tidak tahu hukum bernegara? Hal yang sangat mendasar pelanggarannya
Ketiga, siapa, kebersamaan dengan Gerindra, atau istana yang sering mengaitkan agama, ras, dengan kepemimpinan. Siapa yang berbicara soal ras Ahok dan bapaknya? Di kubu istana kah? Atau menyatakan penggunaan rumah ibadah sah saja sebagai tempat berpolitik praktis? Mosok tidak tahu.
Keempat, kebersamaan mana yang sering memainkan isu-isu sektarian, agama, dan sejenisnya di dalam banyak hal untuk kampanya, istana, atau mereka sendiri. Jika memang istana yang berbuat demikian alangkah lebih baiknya dibawa ke penegak hukum.
Melihat jalannya pola pikir, susah bisa memberikan kesimpulan bahwa istana, Jokowi sebagai produsen isu SARA, menarik jika falsafah menunjuk dengan satu jari teracung dan laninya mengaku, atau ayam berkotek paling keras. Susah melihat ini sebagai sebuah "pengakuan" yang di bawah sadar. Mengapa demikian?