Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

NIK-KK, Potensi Kebocoran Data dan Revolusi Mental

Diperbarui: 5 April 2018   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (istimewa - tribunnews.com)

NIK-KK dan potensi kebocoran data serta revolusi mental, ini dua fakta yang sangat aktual baru terjadi. Satu kisah dua hari lalu, baru ngopi buka WA ada kisah dari Kompasianer Suyono Apol yang berkisah kalau mengetahui NIK-nya dipakai nomor ponsel lain mendaftar. 

Parahnya jauh hari sebelum beliau mendaftarkan nomornya. Beliau menyatakan tidak tahu siapa pemilik nomor lain tersebut yang jelas dinyatakan mendaftar dengan NIK beliau.

NIK satu nama dalam KK dipakai mendaftar, potensi dalam satu KK dengan beberapa NIK bisa dipakai untuk yang lain. pembatasan satu pemilik (satu NIK) beberapa nomor, bisa menghambat pemilik sah NIK, jika tidak diurus dengan semestinya. Berapa saja potensi kejahatan yang bisa terjadi?

Kisah kedua, pagi kemarin, pas ngopi juga, ada tetangga yang bekerja di kantor desa, mengantar kartu KK ibu yang baru karena bapak meninggal. Dulu, pas urus sendiri, di kantor kecamatan dikatakan pengantar dari desa untuk mencari KK ditolak, yang benar adalah mencari akta kematian almarhum bapak dan otomatis KK itu keluar. Logis dan saya ikut prosedur yang ini, dan balik ke kantor desa untuk revisi pengantar.

Berpikir susah kayak gitu, dan harus ke kantor Dukcapil yang cukup memakan waktu, menyoba lewat "orang" yang biasa" begitu. Dan seminggu kemudian, langsung kartu KK sementara jadi, bukan akta kematian, sementara karena lembar asli sedang habis.

Berkaitan dengan dua kisah di atas. Ada banyak pihak yang bisa langsung menuduh pemerintah gagal mengawasi, melindungi data kependudukan, dan banyak cacian lain. padahal keberadaan NIK dan nomor KK ini ada dalam banyak pihak. Jelas RT dan jajaran ke atas. Berapa saja yang secara sah dan dilindungi UU tahu itu. Apakah mereka bisa dijamin tidak menyelewengkan tugas dan kewajibannya untuk menjaga itu? Apalagi setingkat RT.

Banyak persyaratan yang meminta fotokopi kartu KK, dari sekolah yang bisa dipegang kredibilitasnya, belum lagi model kredit baik yang resmi seperti bank, motor, dan berbagai kredit lagi. Jika ini masih bisalah diyakini kerahasiaan datanya. Bagaimana dengan kredit abal-abal dan yang asal-asalan, apakah mereka bisa meyakinkan menyimpan data nasabah dengan baik?

Semua minta syarat fotokopi, bisa saja, maaf bukan menuduh jasa penggandaan dokumen, namun bisa saja cacat cetak dan dibuang atau dikilokan, dan bisa jadi bungkus jajanan dan kebetulan dibaca oleh yang tidak bertanggung jawab?  Artinya, bisa saja apa yang dialami oleh Kompasianer Suyono Apol berawal dari sini, bungkus gorengan misalnya, namun bisa menjadi berlebihan jika nantinya dipolitisasi sebagai kegagalan pemerintah. Padahal bisa saja sangat sepele seperti ini.

Potensi lain, "orang" yang biasa membuatkan  dokumen, calo kasarnya, bisa saja, hal yang sangat riskan menyimpan data yang penting dan mendasar begini, apalagi orang desa. Bisa saja kartu KK  dipinjam atas nama persaudaraan lho.

Apa yang patut dicermati dengan keberadaan kasus ini?

Pendaftaran dengan nomor KK/NIK orang lain ini, akan menjadi bencana, jika orang yang mendaftar dengan "meminjam" data ini penjahat. Kemudian maaf mati dalam penggrebegan, kemudian ada data dari simcard-nya, dan kemudian ditelusuri. Coba bagaimana pertanggungjawabannya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline