Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Kekerasan dalam Pendidikan, Belajar dari Peristiwa Sampang

Diperbarui: 5 Februari 2018   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Shutterstock

Kekerasan dalam pendidikan, miris, kembali duka lembaga pendidikan terjadi, saat guru meninggal akibat perbuatan anak didiknya sendiri. Ikut berduka bagi sekolah dan keluarga yang ditinggalkan, agar ada kepedulian dari lembaga terkait. B

eberapa hal yang patut dicermati, berdasar pengalaman pribadi menghadapi murid dengan tabiat, karakter, dan latar belakang suku yang aneka macam itu tidak mudah. Pun proses pendidikan guru juga sangat menentukan seorang pendidikan akan bisa menghadapi dinamika yang ada dengan baik.

Kisah pertama, saat praktek mengajar, ada murid dari suku yang saya asumsikan keras, lantang, dan jelas tidak bisa main-main. Badannya besar, duduk di belakang, eh pas saya mengajar kakinya ditaruh di meja, dengan lengan celananya digulung. Kaos kaki merah AC Milan panjang selutut dipamerkan. Jelas mainan anak-anak terhadap calon guru PPL. 

Keringat dingin juga ini, kalau dikerasi akan geger, didiamkan akan trunyak,perlu penanganan serius. Saya menemukan ilmu dari guru SMP saya mengenai falsafah kenduri. Bagaimana datang ke kenduri itu, ada yang serius berdoa, ada hyang ngantuk, tertidur, atau malah ngobrol sendiri, apa yang didapat satu dos, atau besek nasi dengan lauk yang sama. Mulai lengan celananya diturunkan dan menutupi kaos kakinya, malah sempat berteriak jangan teruskan, kakinya turun.

Ada dua anak serius di depan, pasti ini mereka korban yang belakang itu, saya lirik kakinya turun dan mulai menyimak, bukan acuh tak acuh lagi. Dua anak ini saya jadikan contoh, bagaimana sekolah bukan kenduri, dan saya lanjutkan dengan pengeluaran orang tuanya untuk mereka. 

Pertemuan berikut, saya lewat warung dekat sekolah dengan sepeda ontel, anak yang kakinya di meja ini teriak, Mas enteni, sambil minum dan membayar lari ke kelas.Saya kaget luar biasa.

Kisah kedua, anak yang bandel minta ampun, semua guru tidak mau lagi memberikan perhatian, bahkan tantenya sendiri angkat tangan. Apapun kenakalan anak ia lakukan. Apalagi dengan guru. 

Nah suatu hari, ia ini mengirim status ke media sosial saya, dan memang bagus, saya katakan, kog juga bisa bagus, mengapa di kelas harus begitu? Dia balik tanya, beneran Pak, dan saya jawab iya... Mulai hari itu ia selalu mengirimkan status (copas atau terusan sih), dan di kelas juga berubah.

Kisah ketiga, kisah di majalah, bukan milik saya pribadi, seorang anak bandel minta ampun, gurunya saking jengkelnya mengatakan, kalau kamu tidak mau berubah kamu akan jadi sampah masyarakat.Suatu hari si ibu guru ada yang mencari, seorang polisi. 

Ibu guru itu makin bingung dan takut, apalagi si polisi membuka tempat pistolnya dan menaruh di atas meja ruang guru dengan topi seragamnya. Ibu lupa saya pasti, dulu ibu mengatakan saya kalau tidak mau berubah hanya akan jadi sampah masyarakat. saya berubah Ibu dan karena Ibu, saya datang untuk berterima kasih sampil berlutut. Tanpa apa yang Ibu katakan dulu, pasti saya jadi sampah masyarakat.

Di dalam kelas atau sekolah selalu akan ada trouble maker,jagoan, jawara, dalam kasus Sampang ini pendekar malah, itu tidak akan bisa dihindarkan. Guru yang perlu cerdik sehingga anak tidak meradang, dan juga guru tidak jatuh wibawanya. Mirisnya hal demikian tidak akan pernah dikatakan di bangku kuliah. Jam terbang sangat penting, dan sangat wajar Bapak Guru almarhum masih relatif muda juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline