Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

SBY dan Oklokrasisme

Diperbarui: 22 Januari 2018   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SBY dan Oklokrasisme, paham yang membuat gaduh, perselisihan, dan dilakukan oleh orang atau kelompok kasar, sebagaimana dalam artikel https://www.kompasiana.com/paulodenoven/5a63dd73cf01b47a89429803/ochlocratie-pemerintahan-orang-orang-kasar-preman. Kasar dalam  konteks ini tentu bukan semata kalimat, kata yang menakutkan mengancam, namun lembut, santun, namun dihiasi dengan kehendak untuk mengelabui atau menyembunyikan fakta, tidak lepas dari konteks ini.

Salah satu ciri pengikut gaya oklokrasi adalah pembentukan opini dengan menggunakan segala cara, termasuk menyembunyikan fakta tentunya. Dalam salah satu berita, dikatakan Pak Beye menyatakan adanya paling tidak tiga point yang penting.  Pertama, ulama dan pemimpin negara itu satu. Sepakat sepenuhnya. Kedua, ulama tentu tahu batas ketika berdakwah, sepakat lagi, tidak ada penolakan dan catatan. Ketiga, penegakan hukum, kembali akur, tidak ada persoalan.

Menjadi tanya adalah kalimat selanjutnya yang menyatakan kalau pemerintah jangan sedikit-sedikit menuduh radikalis, intoleran, dan mudah menyematkan tuntutan untuk dipidanakan atau kriminalisasi. Lebih menarik lagi, adalah siapa yang berbicara itu. Ingat presiden lho, presiden keenam, jangan lupa.

Dalam berita yang sama ada dua ulama yang dijadikan rujukan soal Pak Beye mengeluarkan uneg-unegnya, tentu hal ini media tersebut. Salah satunya adalah soal Rizieq Shihab. Pak Beye mengatakan  penegakan hukum, dan jangan ada kriminalisasi, sepakat, ulama juga tahu batasan tidak melanggar konstitusi.

Benar lagi, tappi, apakah Rizieq Shihab itu baru kali ini saja jadi ulama atau diduga melanggar hukum? Apa mereka selama ini baik-baik saja dan hanya karena Jokowi yang membuat mereka melanggar hukum. Perlu dibedakan tidak semua ulama ditangkap, diusut, dan dijadikan buronan  kog, kalau Gus Mus, atau Mbah Moen dijadikan tersangka, itu baru kriminalisasi ulama terjadi. Dengan segala  hormat karena mereka berdua dan banyak lagi, jelas tidak akan melanggar hukum dan menyejukkan dalam berbicara.

Ulama perlu juga dipisahkan, yang disidik, dituntut, dipidana itu bukan karena ulamanya, karena perilakunya dalam berbicara tidak patut, melanggar hukum, melanggar konsitusi. Jika semua ulama, baik yang mengajar atau diam di pondoknya ditangkapi polisi, diburu, dan jebloskan penjara jelas itu kriminalisasi, lha kan tidak ada, hanya satu dua, dan itu pun ada rekaman dan rekam jejak berulang. Membedakan, bukan malah menambah-nambahi keadaan yang tidak benar seperti ini, ingat presiden bukan mantan presiden.

Pembiaran selama ini, dan panenan baru saat ini karena pemerintah yang mau bebenah, jangan merasa lebih baik padahal tidak berbuat. Perilaku yang dinyatakan tersangka dan selanjutnya itu sejak dulu kog, dan jelas melanggar hukum, mengapa ketika ditegakkan hukum itu malah dikatakan kriminalisasi, come on, Pak Beye,ikut gaya Pak Beye, he...he... Berbeda jika memang mereka ini baik-baik saja, melakukan tugasnya sesuai dengan ranahnya, dan tidak menimbulkan kegaduhan.

Tiba-tiba Pak Beye ribut lagi, biasanya beliau tantrum,kalau malu, meradang, dan minta perhatian. Dulu, merasa di atas angin beliau keliling, jumpa fans lagi dengan melontarkan "kritikan" malah cenderung cibiran, eh Pak Jokowi ke Hambalang, langsung balik kanan pulang ke rumah. Pun saat Pak Jokowi ketemu Pak Prabowo, beliau konpres dan menelorkan lebaran kuda yang melegenda itu.

Tahun politik, bukan hanya gawe pemerintah saja namun namanya pesta rakyat. Negara gede, demokrasi, dan modern, namun diisi dan dihuni oleh pelaku oklokrasi.Apa yang disampaikan Pak Beye itu benar, namun tidak sepenuhnya benar, ada bagian-bagian yang sangat benar, namun diikuti kepentingan yang berbicara. Bagaimana tuntutan beliau yang mengatakan penegakan hukum, sedang perilaku presiden saja demikian? Apakah ini cerminan presiden demokratis dan negarawan, semua bisa melihat dan menilai bukan?

Demokrasi itu seluruh anggota bangsa terlibat, bukan hanya pemerintah yang sedang menjalannnya saja, namun keseluruhannya. Jadi yang menjaga bukan hanya jajaran Pak Jokowi semata, termasuk Pak Beye. Jangan karena kepentingan sendiri, mengorbankan demokrasi bangsa yang sedang dibangun dan ditegakkan ini.

Santun, halus, tidak suka banyak musuh belum tentu tidak menggunakan gaya oklokrasi. Oklokrasi ataupun kekerasan pun bisa dibungkus dengan bahasa halus dan santun, ketika memiliki tujuan untuk menggring opini dengan adanya kehendak mempengaruhi kebijakan publik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline