Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Pak Beye, Maaf Cobalah Belajar ke Pak Ahok

Diperbarui: 4 Januari 2018   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pak Beye, Maaf Cobalah Belajar ke Pak Ahok

Pak Beye, maaf cobalah pelajar ke Pak Ahok, meskipun di penjara beliau bisa banyak membantu. Janganlah panjenengan mengambil moment Pak Ahok yang sedang bisa "banyak" berarti meskipun di balik penjara. Bisa dimengerti kejengkelan dan kemarahannya, wong yang lebaran kuda sampeyan  kog yang dapat peran, nama, dan bahkan kisah panjang malah Pak Ahok.

Mencari kambing hitam penegak hukum, kali ini bukan lagi Pak Jokowi atau pemerintah. Jerih juga rupanya dengan kisah Hambalang dan lebaran kuda dan dijawab menunggang kuda, kini aparat penegak hukum. 

Pak Beye, Mas Agus masih bisa jalan-jalan, gagah ke mana-mana, malah Pak Ahok lho mendekam di penjara. Begitu saja tidak banyak mengeluh dan eh bisa berarti dengan berbuat baik melalui banyak hal. Begitu saja masih banyak dicela, dicurigai, dan sebagainya lho. Soal remisi yang haknya saja dipertanyakan. Karena tempat yang tidak ada dalam hukum dan perundangan menyatakannya. Toh diam saja kog Pak Ahok.

Pak Beye, penjenengan bisa melakukan banyak hal dengan Demokrat dan presiden yang panjenengan sandang lho. Stop ngeluh dan menjual derita. Semua tahu, namanya politik itu ya begitu. Dulu selalu saja mengeluhkan perlakuan Pak Jokowi, kenapa kini tidak lagi, namun menyasar ke penegak hukum?

Coba bayangkan posisi Mas Agus dan Pak Ahok, mana lebih mengerikan, tragis, dan merana, jujur dan obyektif, benarkah perlakuan itu? Toh Pak Ahok menjalani sesuai konsekuensinya. Mas Agus kalah bukan semata karena Bu Sylvi dan Pak Antasari lah. Semua juga melihat kalau Mas Agus sangat belum siap. Pak Beye janganlah merasa menyesal kemudian menyasar dan menyalahkan orang lain.

Panjenengan itu presiden lho, apapun yang dikatakan itu banyak didengar, dan banyak juga yang sudah paham, bahwa tidak lagi mempan apa yang dilakukan itu. Usai kehilangan Ruhut, Demokrat limbung, tidak lagi punya corong komunikasi yang piawai dan sekaligus tajam di dalam bersikap.

Suara Demokrat tidak akan jauh berkembang dengan model pendekatan kuno dan sudah banyak yang paham. Menjual derita, merasa diperlakukan tidak adil, ada konspirasi dan sebagainya dan sebagainya. Sudah tidak lagi payu,lagu lama yang semua hapal. Lebih elok buat saja lagu baru, toh selama pensiun belum menelorkan album lagi.

Apa yang lebih bijak  bagi Demokrat dan Pak Beye adalah menatap persaingan politik ke depan dengan dewasa, bukan lagi kanak-kanak yang jelas sudah tidak laku. 

Ingat Jakarta bagaimana optimisme menjebloskan Ahok ke penjara malah Agus yang tereliminer. Apakah hal yang sama akan berlaku pada pilkada Papua yang disebut secara langsung dan kasus baru.  Stop merengek dan tantrum.Mosok presiden dua periode tidak tahu laku politik yang model demikian.

Konsolidasi partai bukan dengan menjual derita namun membangun program dan prestasi. Malah mengulik kekurangan pengganti, itu kesalahan fatal. Masiha da waktu, kritis, bukan nyinyir pada pemerintah jauh lebih bermartabat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline