Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Poyuono vs Fadli Zon, Salah Jokowi juga?

Diperbarui: 11 Agustus 2017   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Poyuono vs Fadli Zon, Salah Jokowi juga?

Gerindra makin riuh rendah dengan tokoh mereka sendiri. Poyuono yang selip lidah soal PKI dna PDI-p tanpa mendapat bantuan dan dukungan dari partainya, malah sanksi yang akan diterima dikatakan oleh pemimpin umumnya Prabowo Subianto dan Fadli Zon.  Merasa tidak nyama dengan kondisinya, tentu ia berupa mencari selamat dengan memuji kinerja presiden. Sindiran makin tajam dari Fadli yang dijawab oleh Poyuono, Zon  sebagai antek Amerika, karena kedatangannya ke kampanye Trump beberapa waktu lalu.

Ingat beberapa waktu lain ada Kompasianer yang mengatakan kalau Fahri bisa dibeli penguasa untuk membuat partai PKS tandingan,  melihat gerbong Farhi cukup besar, bisa jadi PKS tandingan apapun namanya dengan Fahri sebagai inisiator bisa membuat PKS kocar-kacir. Bagaimana selama ini PKS tidak berdaya menghadapi Fahri, potensi itu bisa saja terjadi.

Pelemahan Partai Koalisi Oposisi

Dua kasus di atas bisa menjadi aktual jika potensi yang ada dikemas, dimain-mainkan, dan ditindaklanjuti dengan politik tingkat tinggi. Motor yang berseberangan dengan pemerintah sejatinya ada pada dua partai politik saja, yaitu Gerindra dan PKS, Demokrat, dan PAN hanya sebatas kepentingan sesaat saja. Artinya jika dua partai politik itu bisa dilemahkan dengan berbagai cara, pemerintah akan kuat. Namun tentu terlalu dini mengaitkan pemerintah ikut mian di sana. Apalagi episode PKS belum mengarah ke sana.  Atau mau seperti P3 dan Golkar yang bisa menjadi pendukung setia dan utama?  Masih perlu beberapa waktu untuk mengarah ke sana.

Partai Pendukung dan Otoriter

Hati-hati, jika semua partai mendukung, abai sikap kritis karena cari aman, semua mendukung demi kepentingan sendiri, bahkan menjilat menggunakan segala cara termasuk membenarkan kesalahan demi menapatkan kedudukan, ini bisa berbahaya. Totaliter bisa terjadi ketika sikap kritis sudah dibungkam, dihentikan, dan tidak terjadi dengan bebagai cara. Tidak mesti dicegah dengan kekerasan dan represi, namun bisa juga dengan dikooptasi, dininabobokan, dan dijadikan tenang karena kekenyangan.

Partai Oposisi yang Lemah

Partai politik yang berseberangan yang lemah berpotensi menjadi anak bawang dan tidak berdaya. Ingat periode lalu, bagaimana PDI-P selalu tidak berdaya menghadapi Demokrat dan kawan-kawan yang begitu digdaya. Semua bisa mentah, apalagi jika cara menghadapinya dengan voting, dan itu tentu menjadi pilihan paling disukai yang memiliki kepentingan.

Demi bangsa dan negara, demi kepentingan pribadi, atau kelompok menjadi pembeda.

Tentu kita mengenal nama-nama diktator di dunia ini, tidak perlu mengupas itu, satu yang membedakan, di mana ketegasan itu, tindakan keras itu demi siapa? Diktator cenderung  memiliki keinginan untuk memikirkan diri sendiri. Apapun dilakukan, termasuk merusak negara, sistem, atau  pun partai politik demi kepentingan sendiri. Siapapun yang mengusik dirinya akan dihilangkan, dibungkam, dan disingkirkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline