Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Jakmania vs Bobotoh, Bonek vs Siapa Saja, Model Memalukan yang Dibanggakan

Diperbarui: 9 Agustus 2017   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jakmania vs Bobotoh, Bonek vs Siapa Saja, Model Memalukan yang Dibanggakan

Rebutan pepesan kosong sejatinya pertikaian panjang antarsuporter.  Memalukan lagi jika seperti yang terjadi di Temanggung, bukan suporter bola yang dianiaya, kalau tidak boleh dikatakan dibunuh. Spanyol boleh bangga dengan el-classicoyang sangat panas di lapangan. Atau duel klasik di masing-masing liga top Eropa. Bukan superter yang jauh dari panggang dengan api itu.

Budaya tak beradab kekerasan

El clasico jarang ada perseteruan hingga luar lapangan, kadang saja tensi tinggi dan menjadi kartu merah keluar, itu pun sangat-sangat jarang. Miris apa yang disajikan penonton di sini, bagaimana Bonek, sikap Bobotoh kalau bertemu Jakmania, berlebihan dan justru hasrat kekerasan atas nama fanatisme sempit yang namanya sepak bola. Sejatinya ini bukan soal bola saja, ranah yang  lain pun identik. Bagaimana politik dengan meminjam nama agama pun melakukan represi dan kekerasan di mana-mana. Dalih agama padahal biangnya politik.

Budaya siap menang semata abai konsekuensi kalah

Politik seolah menjadi kiblat di Indonesia, apapun aromanya politik, tidak heran politik yang keras, penuh permusuhan bergeser ke arah bola juga. Era 80-an hingga 90-an Bonek belum melembaga perseteruan PSIS vs Persebaya selalu tensi tinggi, kerusuhan belum ada. Bobotoh vs pendukung persija belum seganas kini. Artinya apa dulu tidak ada perselisihan berkepanjangan apalagi keluar lapangan segala.  Kekalahan sebagai bagian utuh atas kompetisi belum menjadi sarana belajar.

Budaya kolonial pecah belah yang sukses ditiru antek-antek budaya rusuh

Entah sudah merdeka secara pemerintahan lebih dari 70 tahun namun masih juga bisa dicabik-cabik oleh perpecahan sektarian seperti ini. dulu suku, kini klub bola sedaerah pun bisa bentrok. Mau bersatu bagaimana? Mau membangun apa jika satu membuat satu merusak.

Kepentingan politis dan pengurus

Lebih banyak orang yang sama sekali tidak tahu sepak bola, pensiunan tentara, pensiunan politikus, orang yang tidak punya pekerjaan, tidak laku pada profesi lamanya. Mengurus sepak bola untuk mencari nafkah dan kehormatan. Mereka tidak sepenuh hati, orang gagal di tempat lain, tidak punya komitmen untuk sepak bola.

Banyak mengekor tanpa tahu esensi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline