Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Tama S. Langkun hingga Novel Baswedan, Besarnya Kuasa Koruptor

Diperbarui: 12 April 2017   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tama S Langkun hingga Novel Baswedan, Besarnya Kuasa Koruptor

Di dunia ada batasan yang meskippun tidak tertulis, terutama media tidak akan pernah menulis buruk soal tertentu. Negara satu misalnya tidak akan pernah menuliskan keburukan atau pengalaman, perilaku, atau perbuatan buruk pemimpinannya. Di negara yang lain, tidak akan pemberitaan soal anggota keluarga tertentu. Artinya jelas siapa yang tidak boleh dijadikan pemberitaan yang buruk.

Di sini, di masa di mana eforia kebebasan berpendapat dan berbuat telah menemukan titik berlebihan di mana seolah boleh apa saja dan mau apa saja, mengatakan apa saja dan berpendapat apa saja. Salah satu yang berlebihan ada main hakim sendiri dan mengancam pihak lain tanpa merasa melanggar hukum. Maling berdasi seolah menjadi segala-galanya di negeri ini, dua kali paling tidak aktivis anti maling telah menderita atas perbuatannya. Luka fisik dan yang menjadi pembicaraan publik, soal yang lain tentu jauh lebih banyak dan tidak mendapatkan cukup sorotan, selain konflik antara KPK dan lembaga lain, tuduhan kriminalisasi dan pelemahan KPK, dan sejenisnya.

Tama S. Lankun beberapa waktu lalu dibacok orang tidak dikenal, kalau tidak salah ingat hingga hari ini belum ada titik terang, padahal presiden kala itu, waktu membezuk menyatakan harus diungkap dalam waktu singkat.  Bertahun sudah lewat, entah sudah ada atau belum, kelihatannya belum ada, jika ada penegakan hukum, paling tidak sangat rentan berbicara yang menyinggung maling berdasi yang satu ini. Dulu, kala LSM atau pegiat antimaling berdasi dari lembaga bukan negara masih lah bisa dipahami, dan menjadi perhatian bersama saja.

Kini, anggota KPK, disiram air keras lagi, sebuah tanya adalah, ketika penyidik KPK saja bisa tertimpa kekerasan seperti ini, bagaimana “kuatnya” para maling ini menjadi “preman di negeri ini. Slogan “senggol bacok”ternyata menjadi andalan para maling berdasi ini. Tidak tanggung-tanggung penyidik KPK yang juga polisi pun disikat, apalagi yang lain?

Lembaga lain, termasuk presiden di-bullydengan habis-habisan, dewan diledek tiap hari, peradilan apa lagi, namun tidak ada yang dihabisi seperti pelaku antimaling ini. LSM bahkan lembaga negara menyatakan lebih buruk pun tidak ada balasan yang sesadis ini, eh ini maling bereaksi dengan sangat keji.

Soal Novel Baswedan memang masih belum pasti soal maling berdasi yang sedang ia tangani, karena ia juga dulu aktif di kepolisian yang menjadi pembicaraan, bisa saja hal ini terlibat. Bisa juga soal kerabatnya yang sedang menjadi calon gubernur, atau masalah lain yang masih terbuka kemungkinannya. Tidak heran ada peringatan dari petinggi negeri untuk tidak berspekulasi soal ini.

Kuatnya pelaku korupsi dan yang melindungi.

Susah menyatakan kalau maling berdasi tidak kuat di sini. Lihat saja bagaimana KPK diserang dengan berbagai-bagai cara. Konstitusional dengan ide revisi UU KPK, mengurangi kewenangan, mengharuskan KPK begini dan begitu. Tuduhan KPK sebagai super body,KPK sebagai tidak profesional, KPK main politik, tebang pilih, dan ancaman dengan berbgaai macam. Belum lagi soal konflik dengan kepolisian, perselisihan dengan dewan, dan masih banyak lagi. Ide pembatasan KPK sedangkan hasilnya saja masih jalan di tempat. Belum lagi jika melakukan tangkap basah sekalipun eh masih banyak yang menuduh KPK sebagai lembaga yang seolah tetap saja salah. Hanya satu lembaga ini yang paling banyak mendapatkan sorotan baik yang bernada positif ataupun miring. Coba bandingkan dewan yang tidak erguna itu, meskipun sama sekali tidak ada prestasi belum ada ide revisi soal MD3, belum ada ide pembubaran mereka, termasuk DPD dan peradilan. Apakah ini semua dari para maling dan yang di belakangnya? Jelas iya, siapa coba yang merasa terganggu dengan kehadiran KPK.

Maling berdasi makin kalap. KPK makin “liar” melakukan tindakan. Tidak lagi mengenal istilah melindungi nama baik, semua dibuka, semua disebut yang pernah disebut oleh baik terduga, tersangka, terdakwa, ataupun terpidana. Harapan makin baik jika ini benar-benar ditindaklanjuti, sehingga pelaku maling bersama-sama ini bisa dikendalikan dan diminimalkan. Memang utopis semata jika mengatakan korupsi tidak ada sama sekali.  Namun bukan tidak mungkin untuk dikurangi lho.

Kekerasan fisik adalah bentuk paling primitif atas terganggungnya kepentingan. Kisah anak Adam yang membunuh adiknya adalah kekerasan fisik pertama yang terjadi, sangat klasik dan primitif, maaf, seperti binatang. Instingtif mempertahankan diri dengan membunuh pihak yang dinilai sebagai lawan dan membahayakan. Usai cara-cara logis dengan kriminalisasi, usaha hukum, pelemahan, tuduhan ini  itu, akhirnya adalah menakut-nakuti dengan membuat cacat tubuh. Jauh lebih keji dengan menyakiti seperti ini daripada pembunuhan sebenarnya, meskipun sama-sama jahat dan buruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline