Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Bagaimana Sebaiknya Sikap Ketika Hadapi Terorisme?

Diperbarui: 2 Maret 2017   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kembali baru saja terjadi teror bom. Entah kapan akan berakhir kejadian demi kejadian bom dan peledakan atau penangkapan demi penangkapan pelaku teror yang selalu lahir. Seolah tidak ada habisnya generasi baru pelaku teror, seperti tidak pernah kehabisan stok, coba kalau regenerasi seperti ini ada di cabang olah raga atau ilmuwan yang mendunia, tentu Indonesia bisa berbangga dan tidak malah saling sandera.

Pemberitaan soal terorisme periode lalu.

Entah sengaja, atau karena lemahnya pengawasan, atau memang dipakai sebagai sarana propaganda, atau pencitraan, atau yang lain. Di masa lalu begitu gencarnya pemberitaan penangkapan atau pengepungan pelaku teror. Analisis demi analisis, dari yang benar dan valid hingga yang ngawur sekalipun begitu banyak. Satu yang masih lekat kala penggrebegan pelaku teror lari ke Temanggung, ada seorang reporter teve yang menyatakan mendengar ada terduga teroris yang merintih-rintih, ternyata informasi yang tahu keadaan di sana, jarak media dan tempat persembunyian itu 100 meter, apa mungkin mendengar rintihan, sedangkan teriakan pun belum tentu mendengar. Ada dramatisasi, melebih-lebihkan informasi di sana. 

Belum lagi akan berhari-hari hilir mudik pengamat, baik pengamat intelijen dengan soal kecolongan dan tidak informasi. Pengamat antiteror yang menyatakan cara atau model deradikalisasi yang begini dan begini, pokoknya melimpah ruah informasi soal teror, yang terkadang substansinya pun malah jauh melenceng.

Periode ini,

Jika ini bukan karena kalah panas dengan isu pilkada, tentu sangat baik, meredam aksi teror dengan mendiamkannya. Berkali-kali ada pelaku teror atau terduga teroris yang ditangkap, namun hanya sekali dua kali, dan sering banyak orang tidak sempat dengar, seperti di Waduk Jatiluhur, di Boyolali, dan terakhir kemarin di Bandung. Seperti berita kecelakaan biasa yang tidak perlu berlebihan membahasnya. Jika memang kebijakan yang diambil secara sengaja oleh pejabat yang terkait hal ini positif, namun jika karena pewarta lebih suka dan lebih menjanjikan pilkada, tentu memprihatinkan, karena suatu saat, usai pilkada akan ada rentetan pengulangan jika ada kasus teror lagi.

Teror itu perlu pemberitaan.

Suasana takut, mencekam, dan membuat was-was itu yang mau disasar mereka. Jika tidak ada pemberitaan yang terus menerus mereka akan kelabakan. Salah satu hasil yang mau disasar adalah ketakutan. Ketakutan tercipta dengan peledakan bom, dan adanya siaran-siaran betapa tidak amannya masyarakat. Menggembirakan ketika ada bom malah “dialihkan” dengan jualan kacang dengan tidak takut, kemarin malah lebih heboh soal polwannya, dan bukan peledakannya, atau sosok heroik dari pelajar sekolah menengah. Jelas saja tujuan mereka gagal total. Pemodal akan rugi karena jualannya dilirikpun tidak. Jawaban tidak takut membuat pelaku teror kehabisan akal.

Pemodal tentu mau balik modal, bukan kesia-siaan.

Pemodal terorisme apapun motivasi dan latarbelakangnya tentu menginkan keadaan tidak stabil, jika keadaan kacau yang diinginkan tidak terjadi, tentu mereka enggan untuk menyuntikkan modal. Tidak ada modal tentu tidak akan ada aksi teror, hal ini bukan perkara murah lho. Paling jitu jelas dengan tidak memberikan kepada mereka panggung dengan peliputan berlebihan, sehingga pemodal malas lagi memberikan modal kepada mereka.

Penyadaran kepada generasi muda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline