Politik jatuh satu jatuh semua dan politik kambing hitam atau korban.
Baru kali ini nampaknya model tiji tibeh dipakai, selama ini yang biasanya tersaji adalah pengorbanan dan pencarian kambing hitam. Beberapa contoh kasus demikian, seperti soal surat sakti untuk anggota dewan yang membuat terjungkalnya salah satu hakim MK, si pemakain dasar surat itu masih aman menjadi pejabat di partai. Artinya kasus tidak diselesaikan menyeluruh, cukup pada level tertentu.
Kasus video porno artis, hanya satu pelaku yang dipidana, ini film porno bukan onani, mosok sendiri? Identik dengan RA yang dipidana karena mucikari, kog yang dijual dan bertransaksi gak diusut dan dihukum? Hukum hanya pada level tertentu saja.
Suap, korupsi, atau sejenisnya, sama sekali tidak diusut tuntas, namun mengorbankan beberapa pihak saja, belum bisa berlaku menyeluruh semua yang terlibat dihukum sesuai dengan tanggung jawab dan pelanggarannya, jika demikian negara ini bisa menglaim negara hukum itu benar bukan seolah-olah negar hukum. Susah memahami dengan logika sehat, korupsi hanya dua atau tiga orang, penyuap dan yang disuap saja yang dikenai hukuman.
Mana soal penjara sebagai sarang narkoba itu? Juga hanya heboh tanpa ada tindak lanjut, atau pesta seks di pejara lalu. Ke mana semua itu? Proyek mangkrak, kenapa? Uangnya sudah diserahkan kog? Mengapa tidak jadi? Atau lembaga memeriksa yang sudah memberi stempel namun kenyataannya sebaliknya, mana akhirnya? BPK yang memberikan label bagus-bagus nyatanya nol? Ke mana mereka? Pensiun dengan kaya raya, dan mengambil uang negara lho?
Pola tijitibeh baru akan terjadi, semoga saja tidak ada yang masuk angin dan nggembos di tengah jalan. Dimulai dengan kasus yang sedang terjadi pada Ahok, merembet ke mana-mana. Ada yang melaporkan Ahok sehingga bareskrim bergerak, kemudian menjadi catatan juga tentunya, siapa yang menyebarkan video yang menjadikan Ahok disematkan menista agama. Minimal bisa ada penegakan hukum yang seideal mungkin bagi negara hukum yang dicita-citakan.
Demo yang idenya adalan demo damai, berujung adanya kerusuhan. Polisi yang bergerak cepat menangkap dan kemudian melepas beberapa mahasiswa yang diduga melakukan kekerasan dan merusak beberapa kendaraan milik negara. Ternyata mereka mengaku melakukan hal demikian karena pengaruh oleh suara dari orasi yang ada dalam mobil. Sudah ada pelaporan akan orang-orang yang berbicara di atas mobil itu, artinya tidak hanya pelaku lapangan yang memang memukul, namun mengapa mereka melakukan itu pun dimintakan pertanggungjawaban. Pokoknya yang terlibat perlu untuk dilakukan pemeriksaan dan dimintai pertanggungjawaban untuk minimal kerusakan fisik yang ada.
Lebih jauh lagi ternyata ada yang melaporkan orang yang dalam hal ini melakukan konpres yang dinilai bernada menghasut atau membuat keadaan kembali memanas. Meskipun ada tarik ulur soal siapa orang-orang ini, namun menggembirakan bahwa siapapun yang berkaitan dengan keadaan yang membuat tidak benar, kacau, merugikan perlu untuk diusut dengan tuntas.
Mengapa demikian? Dengan cara semua diminta mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan bisa menegakan hukum yang ada. Selama ini hukum rimba saja yang ada, siapa kuat, bisa soal suara, massa, uang, atau opini bisa memenangkan apapun. Bukan itu, kebenaran, keadilan, dan hukumlah yang harus menjadi rujukan untuk memutuskan banyak hal.
Sikap demikian akan membawa negara menjadi negara yang tertib hukum, tidak semau-maunya sendiri menerjemahkan arti yang jelas-jelas ada tafsirannya demi kepentingan sendiri dan kelompok. Dengan demikian negara ini negara yang bermartabat dan memiliki kebanggan sebagai negara hukum dan beradab.
Model kambing hitam, mencari dalih telah menjadi karakter yang sangat kuat. Amuk massa, sikap memaksakan kehendak, dan keinginan pperlu diakhiri dan bukannya dijadikan budaya dan menjadi-jadi. Penegakan hukum akan membantu sikap bertanggung jawab dan tidak mencari kambing hitam.