Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Ketika Si Kura-kura Tidak Berpihak untuk Membuat Sejarah di 4 November 2016

Diperbarui: 6 November 2016   08:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Reformasi ’98 menggunakan punggung si kura-kura hijau untuk menjadi tonggak sejarah kejatuhan Orde Baru. Pemerintahan puluhan tahun yang seolah tak tersentuh itu akhirnya pun jatuh. Kolaborasi sebagian pemerintah, anggota dewan baik yang memang ideali atau cari panggung, tokoh masyarakat, agama, dan mahasiswa bahu membahu untuk “memberikan” tekanan kepada pemerintah untuk turun.

Entah siapa yang benar, menunggangi, atau tulus kini, meskipun sejatinya dengan gamblang juga bisa dilihat siapa yang berperan. Simbol yang di masa lalu dielu-elukan itu ternyata masih mau dipakai untuk menjadi titik puncak usai aksi damai tidak bisa memaksa pemimpin negeri sahih secara demokratis untuk diturunkan.

Awalnya gerakan damai untuk pribadi lain, namun entah mengapa menjadi pihak lain yang menjadi sasaran. Soal Ahok, kog Jokowi lari, Jokwi bisa dijatuhkan, Jokowi sudah tidak ada pendukung dan sebagainya. Lha mana Ahoknya? Menjadi aneh bagi saya ketika malah asumsi kedekatan relasional Jokowi Ahok dijadikan seperti fakta hukum dan politik. Didengung-dengungkan adanya relasi spesial untuk Ahok yang tidak tersentuh. Bagi yang mau merusak lapak tidak usah datang, jika mau menunjukkan mana bukti sahih kalau Jokowimelindungi Ahok, padahal jauh ditarik ke belakang, sumir juga soal penistaan agama. Jika adil dan mau jernih mengapa lebaran kuda juga tidak dianggap menista agama atau budaya paling tidak?? Ada apa?  Ini masalah lain, beda dengan yang mau saya kupas.

Mengapa kura-kura? Ada beberapa pihak yang mencoba membelokkan arah ketika tempat menginap itu nantinya diubah menjadi menduduki si kura-kura. Ini juga asumsi, jangan sensi, he..he..namun bahwa itu bisa terjadi. Mengapa bisa berasumsi demikian? Ada beberapa elit dewan dan majelis yang mengizinkan untuk menginap di sana, apakah ini tulus kemanusian, bisa tidak, bisa iya, asumsi jika bukan kemanusiaan namun politis artinya apa? Menduduki  si kura-kura dengan alasan menginap awalnya. Lihat saja janji pukul 18 usai, toh malah mencoba berbuat rusuh.

Dewan selevel pimpinan itu sejatinya setara dengan bintang empat atau minimal tiga, di militer dan polisi, namun kemarin “kalah” oleh bintang dua. Apa artinya? Kualitas pimpinan dewan yang lebih berorientasi pribadi dan sektarian ternyata kalah oleh kebenaran. Pemerintahan ini tidak melanggar hukum hanya asumsi sesaat yang dibbangun bahwa melindungi sesuatu. Tidak heran ketika kapolda dan pangdam selevel bintang dua, setinggat dpdr I berani “membangkang”  dan tidak mengizinkan si kura-kura untuk menginap. Sudah diendus dan dicium gelagat akal bulusnya.

Seorang pimpinan dewan lebih menggelikan lagi ketika mengikuti dan ditambahi mengatakan menjatuhkan presiden bisa dengan aksi jalanan selain dari dewan. Aneh bin ajaib ketika dia melecekan dirinya sendiri. Dia ini tahu tidak bahwa dia tidak mampu mengemban jabatan? Apa artinya demonstrasi bahwa saluran resmi sudah budeg bukan. Ingat ’98 mengapa demo dan menduduki kura-kura? Karena dpr nya tukan stempel saja dan tidak bekerja.

Artinya, duo F mengakui mereka memang lemah, tidak bekerja, bukan karena eksekutif otoriter, tapi mereka memang tidak mampu menjadi parlemen bermartabat selain selevel jalanan, bukan hendak merendahkan parlemen jalanan lho, tapi justru mereka lebih tinggi karena bisa mengatasi buntunya parlemen lembaga itu.  Aneh bin ajaib ketika pimpinan parelemen turun ke jalan apa maksudnya?

Mereka tidak bisa secara konstitusional menjatuhkan pemerintah karena memang tidak ada kesalahan konstitusi. Satu saja coba bukan asumsi kesalahan pemerintah (Jokowi dalam hal ini), bukan tuduhan tapi fakta.

Mereka tahu cuma menunggangi kuda yang sedang bergerak, mereka ini jauh lebih jahat karena membajak kuda yang sedang berjalan, bukan sejak awal naik kuda ini.  Model preman yang seenak udelnya menghentikan laju kendaraan dan dommpleng dan kemudian menguasai.

Mereka harusnya malu menerima gaji dan tunjangan tapi malah trun ke jalan. Apa sih masalahnya sehingga turun ke jalan, mereka ini kan salurannya. Aneh saja ketika banjir padahal got itu baik-baik saja, ternyata, got-nya mogok tidak mau menyalurkan air. Mekanisme politik tata negara in mereka tahu atau memang bebal?

Mereka jelas kecewa ketika tidak bisa membuat kerusuhan sebagai cara untuk menyatakan pemerintah gagal mengendalikan keadaan. Mana janji koordinator termasuk yang ada di dalam mobil komando itu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline