Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Duterte, Sukarno, dan Jokowi, Reaksi yang Berbeda

Diperbarui: 22 Oktober 2016   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Duterte, presiden negeri jiran menyatakan “keluar” dari persekutuan dengan USA dan menyatakan memilih dekat dengan China. Tidak habis-habisnya kontroversi dan ketegasan yang ditampilkan salah satu presiden ASEAN ini. Melawan USA yang memiliki kaitan erat, termasuk yang menduduki mereka, memiliki pangkalan militer di sana lagi.

Sukarno, era tahun 40-an hingga awal 60-an, Sukarno merupakan seorang pemberani di belantara dunia. Tidak heran menyatakan dengan mudah keluar dari PBB, enyahlah Inggris, Amerika, dan sejenisnya. Kekaguman bukan hanya rakyat Indonesia, namun juga dunia, maka tidak heran ketika bangsa-bangsa miskin, baru merdeka, dan belum berdaya itu mau diajak untuk membentuk poros Asia-Afrika. Kesamaan keadaan karena kekayaan alam yang telah dikuras oleh imperialisme.

Tanggapan positif, penghormatan yang kuat, karena ada sikap yang berbeda. Keadaan tidak berdaya ada suara yang memecahkan ketakutan, keminderan dengan belahan dunia yang telah menguasai mereka selama ini. Ada sosok yang berbeda, berani melawan kuatnya dominasi Barat, dan bersuara lantang yang dirasakan di banyak negara yang akhirnya berbondong-bondong dalam AA. Mengapa percaya? Karena berani berbeda dan itu membuat Barat tercengang dan negara senasib juga salut.

Fenommena yang ada di kekinian di tangan Duterte. Keberanian untuk melawan paradigma umum, keras, brutal, dan seenaknya ternyata tidak membuat nyaman banyak negara terutama negara maju termasuk PBB. “Kelancangan” terbesar ketika menyatakan memilih Tiongkok dan memisahkan diri dari sang ibu tiri USA. Mencengangkan keberanian memilih China dan Rusia, daripada USA. Apa artinya? Bagaimana kebiasaan USA kalau ditolak, bisa dengan berbagai cara kemudian PBB, atau lembaga dunia lain akan tiba-tiba memberikan hukuman, embargo, atau apalah yang kemudian menghilangkan orang yang mengganggu kepentingan mereka. Bukan lagi hal aneh dan baru jika mereka bersikap demikian.

Menarik adalah bagaimana jika Jokowi menyatakan hal yang sama? Apa yang akan terjadi coba? Jelas pertama akan hadir pernyataan akan menyerahkan negara atau menggadaikan bangsa ke pihak aseng. Baru kereta cepat saja sudah ributnya minta ampun, apalagi memilih dengan langsung seperti ini. padahal Bung Karno pernah membuat poros jakarta – Peking. Pasti juga akan ada isu memasukan setengah milyar tenaga kerja asing, ha..ha...dua kali lipat penduduk Indonesia.

Isu soal Jokowi keturunan China dengan nama marga Oey akan kembali menyeruak. Suasana pilpres akan kembali hadir. Kelucuan dan kenaifan yang sama sekali tidak mendasar pun bisa kembali menguat. Hal ini bukan hal yang mustahil, karena sifat bangsa ini yang masih saja demikian.

Keberanian memberantas gembong narkoba yang membuat PBB meradang pun dijawab bahwa itu tanggung jawab Philipina, ke mana PBB ketika ada rakyat Philipina menderita karena narkoba, lihat bagaimana Jokowi melaksanakan hukuman mati saja dinyatakan melumuri tangannya dengan darah, tanpa memikirkan 40-50 orang anak negeri mati sia-sia demi tamaknya orang yang berdagang narkoba.

Mengapa tercengang dengan sikap tegas seperti itu?

Mewakili ketakutan sendiri dan ada yang menyatakan. Sebenarnya hal ini sangat umum dan wajar. Lihat saja ketika ada maling, copet, atau rampok, kalau sendiri pasti takut, pas ramai-ramai jauh lebih kejam dan itu perlu adanya provokasi atau yang memulai. Ketakutan pribadi terkalahkan karena bersama-sama.

Orang yang tidak berdaya itu tetap saja tidak suka. Mereka ingin berjuang dan keluar dari sana, tidak akan mungkin diam saja, menunggu dan ketika ada yang menyatakan “perlawanan” tentu saja didukung dan mendapatkan semangat. Hal ini sikap dasar manusia. Sangat wajar dan manusiawi.

Dukungan itu bisa juga berupa cibiran, karena memang lebih memilih aman dan merasa status quo lebih menyenangkan dan lebih nyaman dengan keadaannya. Sikap ini lebih dominan di negara dan bangsa ini. Memilih aman tanpa melakukan perubahan. Sikap curiga atas perubahan, memilih lebih senang keadaan lama, dan mudah puas. Kelompok ini lebih menakutkan ketika perubahan terjadi dan mereka merasa lebih berjasa. Hal ini sudah terbukti berkali ulang. Baik olah raga, politik, ekonomi, dan model manusia ini ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline