Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Ahok Selangkah Lagi Menuju KPU

Diperbarui: 21 September 2016   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada DKI masih belum berakhir, meskipun PDI-P sudah menunjukkan arah dukungannya. Apapun masih  bisa terjadi, namanya politik, dan itu semua sudah dipahami orang yang suka mengulik politik, apalagi yang berkecimpung secara langsung di sana. Masih jauh dari usai, riak, bahkan tsunami masih berpotensi terjadi. Apa saja yang bisa terjadi di depan sana?

Pertama, balik arah atau mencabut dukungan dari PDI-P sebagai penguasa politik di Jakarta. Ini masih bisa secara potensi untuk terjadi. di Surabaya calon yang sudah masuk ruang KPU pun masih kabur dan tidak jadi mendaftar, akhirnya bubar jalan tidak jadi ada calon yang menjadi calon. Implikasinya tentu jauh berbeda. Jika Surabaya hanya soal pribadi yang tentu orang sangat mudah lupa, ini lembaga, organisasi, parpol, tidak akan senaif itu menjungkirbalikkan fakta dan demi apa, alasan yang tidak jelas. Mengapa potensi PDI-P  balik kanan kecil? Satu,pilkada Jakarta khususnya sudah sangat jauh dari nuansa demokrasi, di mana non politik dan kampanye sangat buruk lebih besar, PDI-P memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjadi benteng demokrasi, sesuai namanya. Dua,suara PDI-P besar di Jakarta, apa mau hancur lebur hanya demi kepentingan sesaat saja. Tentu tidak akan dipilih. Tiga,serangan oknum politikus yang gemar menohok pribadi bukan  prestasi, perlu dukungan parpol nasionalis yang sangat besar. Sangat kecil kemungkinannya.

Kedua, parpol yang ada pada kubu berseberangan (koalisi kekeluargaan), tentu akan berjuang mati-matian untuk mengajukan calon terbaiknya. Mereka juga tahu dengan baik dan pasti suara yang mereka harapkan cukup kecil untuk mampu bersaing. Perlu menjadi perhatian, ABA akan menjadi senjata andalan, dengan kisah lama, sombong, arogan, sipit, dan sektarian lainnya. Ini  yang perlu diantisipasi dengan baik dan tenaga ekstra karena amunisi mereka bukan banyak, namun asal, yang bisa saja malah bisa diyakini kebenarannya.

Ketiga,parpol yang kehabisan akal, bisa saja malah tidak mengajukan sama sekali dengan harapan, jika bisa akan memaksakan melawan kotak kosong, artinya mereka akan membuat atau mengondisikan untuk memilih kotak kosong dan calon yang ada malu bertumpuk. Masih ada harapan dari parpol nasionalis dan rasionalis tidak merusak demokrasi hanya karena barisan sakit  hati.

Hari-hari ke depan masih banyak kemungkinan, ada minimal tiga pasang yang bisa terwujud, pertama jelas pasangan Ahok-Djarot yang sangat besar sudah terwujud, meskipun masih ada sebagian kecil harapan untuk ada yang berbalik badan, terutama PDI-P, poros kedua, Gerindra-PKS, atau salah satu parpol, dengan Sandiaga dan pasangannya bisa dinanti lagi, ketiga, Demokrat yang susah untuk mendukung Ahok dan pasangan Gerindra bisa saja bergerilya dua hari ini. ini hitung-hitungan matematis dan demi semaraknya pilkada Jakarta.

Jakarta memang jauh lebih rasional, berpendidikan, dan tidak emosional, namun semua masih bisa terjadi. Akan menjadi persoalan berkepanjangan lagi jika hanya ada dua pasang, misalnya, koalisi kekeluargaan minus PDI-P atau dengan PDI-P sekalipun akan membuat keadaan tidak makin baik. Ingat kisah pilpres, dikotomi langsung dua kutub yang seperti tidak pernah usai. Sekian lama terombang-ambing soal pro dan kontra Jokowi, jangan sampai Jakarta juga mengalami hal yang sama.

Jika PDI-P tetap di sini, suara yang potensial cukup kuat tinggal ada pada Anis Baswedan, sedikit Rizal Ramlli, Budi Waseso, dan  Sjafrie Samsudin, Yusril.  Yoyok dan Risma sangat kecil kemungkinannya. Artinya, parpol yang belum deklarasi bisa jungkir balik menyimulasikan antara calonnya dan yang masih di luar. Gerindra masih juga pusing meihat potensi calonnya. Mau disandingkan dengan siapa? Bajak Risma Yoyok? Kecil, mau usung Anies Baswedan, belum tentu mau, dan yang akan jadi andalan pasti soal resufle, susah untuk bersaing sengit, bisa saja bersaing namun tidak akan ketat, jika milih Anies, PKS tentu sakit hati dan meradang. Rizal Ramli yang diusung si dua kursi PAN, siapa yang mau meneminya oatut ditunggu, siapa juga pasangannya belum terdengar, lagi-lagi jual derita soal resufle dan reklamasi.

Apakah akan lahir Jakarta Baru dalam arti makin demokratis, atau masih akan sama saja dengan pola lama soal sara, soal pribadi, dan soal pakaian yang selama ini terjadi, dan belum  visi dan misi yang jauh lebih mendasar untuk ke depan. Jakarta Baru juga berkaitan dengan proses baik dan lebih demokratis yang lebih baik, tidak lagi pola lama dengan nama demokrasi saja.

Siapapun, baik yang suka atau tidak, lebih baik bersikap bijak dengan tidak lagi mengeluarkan suhu panas hanya soal pakaian seperti selama ini. Bagaimana membuat Jakarta yang lebih baik, lebih lancar jalan rayanya, sungainya, dan lebih sedikit permasalahan di masa lalu.

Memperbaiki dan mengubah keadaan tidak sesederhana membalik telapak tangan, dan itu perlu waktu dan tenaga. Energinya disalurkan saja ke sana bukan soal hujat menghujat saja.

Salam

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline