Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Survey Merilis, Risma Merintis, Ahok dan Sandi Meringis, Jakarta Ironis

Diperbarui: 17 September 2016   12:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah suvey mengenai pilkada DKI terbaru mengatakan jika Ahok dan Heru maju sebagai salah satu kandidat, maka sangat mungkin dikalahkan oleh duet Risma-Sandi, atau Risma Anies. Menjadi menarik adalah ketika hasil survey ini dirilis, baik sebelum ataupun sesudah, langsung ramai-ramai, pujian ke Bu Risma itu mewarnai.

Bu Puan dan Bu Mega mengatakan Risma bagus dalam bekerja sebagaimana paparan di sekolah partai beberapa waktu lalu. Langsung media mengaitkan ini dengan pilkada DKI. Sangat wajar karena banyak orang yang menunggu dengan  harap-harap cemas apalagi parpol di DKI Jakarta. Dua sosok itu dinilai sebagai sebentuk representasi PDI-P secara utuh dan pasti, mengeliminir semua kata elit seperti yang diwacanakan selama ini.

Gerindra yang sedang galau merasa mendapat angin segar dari hasil survey ini yang bisa menggoyahkan Bu Mega untuk kembali duet mesra untuk lima tahun mendatang dengan ide awal Risma-Sandi. Ini tidak ada yang salah dan tentu sah-sah saja bagi kedua parpol besar itu.

Risma merintis karena “menang” atas Ahok yang selama ini telah sering berbalas pantun di media. Jika hasil survey ini mendapatkan respons sebagaimana kebanyakan ide dari elit parpol tentu membuat Risma makin lebar senyumnya. Merintis karir politik dan birokrasi lebih besar lagi (bukan georgrafis lho).

PKS dengan Mardani tentu harus mundur dan kelihatannya mereka rela saja, karena sejak awal mereka memang mau mengusung Risma, entah urusan ideologis yang bisa saja berpikir juga soal Jatim-1 yang lebih berpotensi mereka peroleh, masuk kekuasaan yang nyaman, karena ternyata tidak enak di luar pemerintahan, sedang mau dukung Ahok tentu saja berat bagi mereka. Tergusur yang memang mereka sukai dengan rela hati pindah ke rumah susun sebagai kursi ketiga terbesar mereka tentu mau tidak mau tahu diri dan diam mendukung, hanya tentu tidak akan ada yang gratis.

Ahok pun siap-siap meringis, bukan masalah kecil lho dengan persaingan yang akan ditawarkan sosok Risma, perilaku kampanye PKS-Gerindra yang begitu masif bisa menjadi andalan untuk mengubah kisah yang ada. Apalagi jika memang Heru yang menjadi pendampingnya.

Sandi pun siap-siap turun menjadi gawagub, kasihan sebenarnya calon satu ini, Gerindra begitu gegap gempita menyambut hasil survey ini, beda ketika menyaksikan Sandi menjadi bulan-bulanan soa pakaian dan responsnya yang tidak memadai. Lha mereka ini mau mengusung Sandi atau hanya olok-olok saja dengan keberadaan Sandi?

Ironis bagi Jakarta, idealnya adalah siapapun yang maju itu untuk Jakarta lebih baik, namun apakah demikian dengan kepemimpinan misalnya Risma-Sandi? Jakarta ini multikomplek, jauh lebih susah karena pembiaran dan perilaku memanjakan yang selama ini telah mereka terima. Apa yang dibutuhkan pribadi petarung bukan semata birokrat yang handal, ahli hukum  yang lihai, atau tentara yang tegas dan tegar dalam berbagai kondiri. Petarung itu bisa bertindak luar biasa tegas, keras, dan tidak peduli sepanjang sesuai dengan koridor hukum, kemanusiaan, dan menimbang dengan baik antara kerugian dan manfaatnya. Jakarta selama ini telah dibiarkan apa adanya karena kalah oleh kepentingan, penolakan jadi galau dan tidak tega ketika dikatakan tidak manusiawi.

Implikasi panjang dan lebar pun bisa terjadi jika Risma naik ke Jakarta. Siapa saja yang jadi korban? Surabaya. Jelas saja bagaimana perseteruan panjang soal Surabaya ini. Kursi L-1 sangat panas dan masih saja dinanti. Lebih jauh Jatim-1, PDI-P belum punya kandidat sekuat Risma untuk bertarung di Jatim-1. Jika kalah Risma termasuk jadi korban. Ini bukan masalah yang kecil. Surabaya melayang, Jakarta tidak didapat, Jatim pun terbang. Djarot,mau dikemanakan, mau Jatim-1, selama waktu menunggu, apa tidak menimbulkan efek buruk bagi nama baik Djarot. PKS,yang sempat diterpa penolakan saat Mardani maju, apalagi dengan kursi yang cukup besar, malah cuma jadi penonton, bisa jadi kemarahan, bagi elit bisa saja ada deal yang menguntungan, bagaimana akar rumput? Tentu tidak mudah untuk menjelaskan hal ini. Jakarta,pembangunan yang sedang gencar bisa terhenti. Ingat model ganti pejabat ganti kebijakan.

Pada dasarnya siapa saja baik dan bagus untuk Jakarta asal dasar pertimbangannya adalah untuk Jakarta lebih baik. Jakarta yang bisa dibanggakan jadi gerbang negara, wajah bangsa dengan fungsinya sebagai ibukota negara. Bagaimana selama ini hal tersebut masih jauh dari menggembirakan, masih dalam proses yang sangat sayang jika harus terhenti.

Selama ini fokus demi fokus bukan soal Jakarta akan bagaimana namun soal bukan Ahok, mengalahkan Ahok, demi menang terhadap Ahok, rela menjadi cawagub, dan sejenisnya. Apakah ini salah? Tidak ada yang salah, kekuasaan atau kursi itu memang tujuan atas kegiatan politik, namun tentu yang jauh lebih mendasar adalah demi mengelola daerah, dalam konteks Jakarta ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline