Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Sudahkah Kita Merdeka?

Diperbarui: 17 Agustus 2016   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudahkah Kita Merdeka?

Kita patut bersyukur bahwa telah 71 tahun merasakan pembebasan dari belenggu penjajahan dari Belanda dan negara asing. Bebas dari cengkeraman dari bangsa lain yang tidak membuat kita leluasa memberikan warna bagi bangsa dan negara sebagai tanah yang berdaulat. Apakah kita benar-benar telah merdeka dan bebas dalam arti yang sesungguhnya?

Kita patut merenungkan bagaimana keadaan kita saat ini dipenuhi dengan  keadaan yang “terjajah.” Terjajah dan terpenjara oleh berbagai-bagai kepentingan. Kepentingan diri sendiri, kelompok, baik asing ataupun dalam negeri.

Bebas itu berbenturan dengan bebas pihak lain...

Suka atau tidak, selama masih ada di dunia, kita akan hidup dengan benturan kebebesan pihak  lain, artinya bahwa kita bebas yang bertanggung jawab. Tidak ada bebas sebebas-bebasnya, apalagi bebas untuk menindas. Ini yang masih abai oleh berbagai-bagai pihak. Berbeda itu kodrat bukan buatan yang mau dipaksakan sama.

Bebas beragama...

Persoalan klasik yang malah mundur jauh ke belakang. Beberapa tahun lalu, sangat jarang ada benturan agama, kini satu agama saja bisa ramai dan ribut berebut benar. Merasa lebih suci, benar, dan paling lurus atas “pedoman” sedang yang lain “menyimpang”. Bagaimana bisa manusia hidup di dunia bisa menjadi hakim atas yang lain soal kebenaran seperti ini? Yang terbatas merasa lebih dan bisa menyatakan darah pihak lain sebagai boleh ditumpahkan?

Bebas dari minoritas mayoritas...

Model kebebasan yang satu ini juga baru menggejala post reformasi. Perjuangan membebaskan dari rezim tiran eh malah ada kelompok yang merasa besar dan menilai yang kecil harus tahu diri. Kelompok besar meras boleh mendiktekan kebenaran sesuai keinginannya. Semua manusia itu sama baik Jawa, Sunda, Betawi, Tionghoa, Arab, atau mau putih, keling, keriting, belok, sipit, mau banyak atau sedikit, bukan itu yang memberikan hak untuk menyatakan kebenaran dan pihak lain sebagai salah dan harus nurut.

Bebas mendapatkan pendidikan dengan layak dan wajar...

Pendidikan sebagai salah satu pilar kemajuan bangsa malah kembali ke zaman penjajahan, malah menjadi elitis, dan jurusan atau fakultas tertentu milik orang kaya. Pendidikan gratis itu tidak sebenarnya tepat, namun pendidikan tidak terjangkau juga masalah. Bagaimana pendidikan sangat mahal justru di depan mata sebagai bangsa merdeka, yang tidak ada bedanya dengan masa penjajahan. Esensi pendidikan adalah terjangkau bagi semua orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline