Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Wacana Sekolah Full Day, Dalam Pengalaman dan Pengamatan

Diperbarui: 9 Agustus 2016   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ide dan wacana mendiknas baru untuk mencoba sekolah sepanjang hari menimbulkan berbagai reaksi. Biasa, bagaimana tidak, ini masih Indonesia, takut dengan yang baru, tanpa mengadakan evaluasi akan kebijakan yang sudah berjalan, dan gaduh demi gaduh bukan pada esensi masalah.

Soal sekolah sepanjang hari ini, sebenarnya telah diterapkan di banyak sekolah dengan berbagai-bagai pertimbangan. Beberapa hal yang saya sampaikan berikut sepanjang pengalaman yang saya hadapi, rasakan, dan amati.

Kebaikan dan Harapan Baik Sekolah Sepanjang Hari

Di kota-kota besar, ortu bekerja, anak-anak harus ke mana usai sekolah menjadi masalah. Salah satu solusi ada di sekolah. Beaya asisten rumah tangga cukup mahal, tidak heran pas saya mengajar, banyak anak siswa malah duduk-duduk di sekolah, dan tidak pulang usai sekolah. Alasan ortu, aman di sekolah.Hal ini positif, sehingga anak bukan hanya duduk-duduk tidak bermanfaat, ortu merasa tenang, kriminalitas bisa terbatas.

Beberapa sekolah, biasanya sekolah kejuruan, sangat ideal, pagi biasa kelas dengan pelajaran seperti sekolah biasa dan siang hingga sore praktek dengan laboratorium. Hal ini bukan baru, contoh hal ini sangat mudah ditemukan. Siswa benar-benar sepanjang hari di sekolah.

Rasa kebersamaan dengan sesama siswa sangat erat karena interaksi yang panjang. Ini sangat penting bagi yang mau meningkatkan kualitas relasional, dan juga bekerja dengan lebih tahu kualitas masing-masing. Pola sekolah begini sangat penting perusahaan dan kantor untuk mencari pegawai.

Sekolah umum bisa mengubah pola laboratorium menjadi pembinaan karakter. Bisa dengan keagamaan, psikologi, atau pembinaan yang terkoordinasi dengan jauh lebih bermanfaat. Ekstrakurikuler ada di waktu luar kegiatan kurikulum, ideal di waktu ini.

Mematikan” lembaga bimbingan belajar dan jasa les privat yang sering tidak obyektif dan mendidik. Misalnya lembaga bimbel yang memfasilitasi bocoran UN, guru les yang membuatkan PR, dan anak malah hanya main-main sendiri di sana. Ini tentu tidak sesederhana dan seburuk itu, namun bahwa itu ada perlu diakui. Mematikan dalam arti yang positif.

Menambah kesejahteraan tenaga kependidikan. Tentu hal ini sangat perlu dipikirkan,bagaimana selama ini bekerja sesuai dengan jam kerja 8 jam, kalau meningkat menjadi 10 jam tentu harus ada konsekuensi yang sepadan tentunya. Ide menteri Anis dulu untuk memuliakan guru bisa terakomodasi. Simalakama adalah kualitas keluarga tenaga kependidikan yang bisa terkikis.

Pantauan kualitas, kepribadian anak, dan bakat minat siswa jauh lebih intens dan terolah dengan baik. Salah satu efek buruk yang bisa diatasi adalah tawuran antarsekolah, anak menyia-nyiakan waktu dengan tidak semestinya, seperti kongko di warnet, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya.

Perlu pula diperhatikan beberapa hal yang bisa terjadi sebagai akibat pendidikan panjang model ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline