Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Salah Jurusan Kuliah

Diperbarui: 29 Juni 2016   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah Jurusan Kuliah

Pagi-pagi ibu menceritakan kalau ada anak tetangga yang akan pindah jurusan kuliah. Kalau tidak salah mahasiswa ini kuliah di teknik mesin dan tidak kuat akan pindah jurusan. Mendengar kisah ini, jadi ingat persoalan pendidikan kita yang masih banyak pekerjaan besar untuk di atasi. Siapa yang harus bertangung jawab kalau begini? Siapa yang harus bayar uang gedung karena kuliah di universitas swasta, kalau di negeri berapa bangku yang harus “terbuang” karena salah jurusan seperti ini.

Faktor Pemilihan Jurusan.

Suka atau tidak, kita masih lebih memilih gengsi daripada bakat dan minat. Jurusan dan fakultas teknik dan bergengsi menjadi serbuan, bukan soal kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan diri. Teknik sipil, mesin, elektro, mesin, arsitektus, pertambangan, kedokteran, dan sejenisnya.  Itu akan menjadi sasaran meskipun nilai pas-pasan dan kemampuan minim namun demi  masa depan yang cerah ya akhirnya dipaksakan.

Budaya yang lebih menghargai materi, kekayaan, daripada kualitas hidup membuat orang berlomba-lomba masuk fakultas dan jurusan yang menjanjikan, dengan melupakan kemampuan diri sendiri. Ini bukan soal pendidikan semata namun juga gaya hidup dan budaya penghargaan akan materi entah dari mana hasilnya, tidak heran maling anggaran pun dipakai yang penting dihormati. Tidak ada penghargaan akan proses dan jalan, yang penting hasil.

Guru juga perlu belajar agar bersikap seadi dan seobyektif mungkin. Tidak heran sebagai manusia ini akan lebih memilih untuk ingat, lebih peduli, dan memberi perhatian kepada anak termasuk murid yang pinter, menurut, dan studinya baik, termasuk masuk fakultas favorit. Sejak dini guru mengubah paradigma semua murid termasuk ilmu sosial itu juga cerdas bukan hanya yang pinter matematika saja.

Orang tua. Ini juga korban budaya yang ada bahwa jurusan dan fakultas favorit itu teknik, MIPA, kedokteran, dan sejenisnya. Ini persoalan mendasar yang perlu diubah. Tidak heran kalau menjadi atlet itu “tidak membanggakan”, seniman itu tidak mentereng, dan sejenisnya. Perlu kerja keras untuk bisa mengubah pola pikir ini.

Bagaimana Membantu Anak Memilih Jurusan?

Kisah di atas tentunya hanya satu di antara ribuan kegalauan anak di dalam memilih masa depannya.  Siapa yang memiliki peran penting untuk bisa mengarahkan anak maju demi masa depannya? Pertama,jelas saja orang tua.Tentu kita ketahui pendidikan kita masih memprihatinkan, budaya kita masih setali tiga uang. Orang tua sendiri bingung, di sana peran negara bisa hadir. Bagaimana negara hadir?

Melalui, kedua, guru yang profesional yaitu BK, sayangnya selama ini guru BK hanya mengurusi kenakalan anak yang tidak jelas akhirnya itu. Anak masuk ruang BK dicap anak nakal, anak bermasalah, dan anak haus kasih sayang atau perhatian. Padahal di sanalah peran guru BK untuk membantu mengenalkan arah masa depannya yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Bisa menjembatani “konflik” orang tua dan anak yang biasanya beda selera dan keinginan.

Artinya ini soal ketiga, perlu membenahi jurusan BK di STKIP atau universitas,sehingga menghasilkan guru profesional dan matang bukan hanya asal-asalan, melihat peran mereka yang begitu besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline