Angin ke arah Setya Novanto menuju kursi Golkar Satu. Melengkapi sebuah keadaan di mana seorang yang dinilai sebagai pelanggar malah menjadi tenar. Semua masih ingat dengan sepak terjangnya di USA berlaku seperti kacungnya Donald Trump, kemudian terungkap adanya rekaman “Papa Minta Salam.” Dalam skala yang lebih kecil, Zaskia Gotik becanda berlebihan, dengan dalih tidak tahu soal Pancasila dan soal pengetahuan mengenai hidup berbangsa. Lebih miris lagi, anak baru usai UN konvoi dan menekan seorang aparat penegak hukum dengan nepotisnya. Pelanggar boleh melenggang dan malah menjadi.
Setya Novanto. Politikus liat, cerdik, dan bertahan di dalam segala suasana. Persoalan terbesar itu ada di kasus akhir tahun lalu yang mencatut nama pejabat tinggi negara untuk bagi-bagi saham FP. Kasusnya hanya membawa ia turun satu trap, dari ketua dewan menjadi ketua fraksi Golkar. Kali ini, menuju Golkar satu sangat mungkin dan mulus. Apa yang bisa dilihat, bukan prestasi justru sensasi, kontroversi, dan bahkan kriminal pun boleh dipakai untuk naik jabatan. Kisah selengkapnya bisa dilihat dalam link soal Dasamuka yang ada di bawah. Bagiamana ia tidak mudah dipatahan lehernya hingga kesepuluh kepalanya terguling.
Zaskia Gotik. Becanda soal lambang negara. Persoalan pendidikan memang bisa berpengaruh pada pengetahuan dan sikap, namun itu bukan faktor pembenar untuk membebaskannya dari pertanggungjawaban baik moral dan hukum. Kemampuan finansialnya kini bisa untuk mengejar ketertinggalan, bukan langsung menyatakan mohon maaf dan permakluman atas keterbatasn pendidikan yang masih bisa diupayakan. Eh malah tiba-tiba menjadi duta Pancasila. Apa tidak ada artis, pesohor, pelaku industri kreatif lain yang jauh lebih memiliki wawasan kebangsaan yang jauh lebih luas dan bijak di dalam becanda? Kisah soal ini ada di dalam link, soal Zaskia di bawah.
Sonya Depari. Kisah mengenai anak sekolah menengah atas yang ditegur karena melanggar lalin, dan malah membentak polwan dengan menggunakan kerabatnya yang menjadi petinggi polisi, dan dilepaskan begitu saja. Kasus selesai, malah dijadikan duta anti narkoba. Apakah kontroversi, melanggar etis, dan melanggar aturan justru bisa menjadi sarana untuk menjadi duta ini dan itu? Apa kurang anak sekolah berprestasi yang mampu menjadi duta? Baru saja ada anak sekolah menengah yang berani melawan ketidakadilan dengan melapor polisi, apa tidak jauh lebih elok siswi ini?
Kita bisa belajar dan boleh menyimpulkan, mengapa susah-susah berprestasi, mempertahankan hidup tertib azas, tertib hukum, kepantasan, dan hidup baik lainnya untuk mendapatkan kedudukan dan penghargaan di negeri ini. pandangan duniawi sangat mungkin diamini dan dipakai oleh anak-anak tidak mau berupaya keras demi hasil yang lebih baik.
Level demi level di sini, dari pesohor negeri, sebagai politikus dan elit bangsa, pesohor di ranah hiburan, serta di sekadar anak sekolah pun biasa potong kompas seperti ini. Apakah hal ini akan terus menjadi sarana pembelajaran yang akan dikonsumsi anak-anak generasi masa depan bangsa?
Bagaimana keadaan anak negeri berprestasi, tidak tercela (jangan katakan manusia tidak mungkin tidak tercela dalam arti bahwa yang lebih baik itu banyak), berusaha untuk tertib aturan, tertib hukum, dan penuh dedikasi, malah tersisih? Jangan marah dan kecewa kalau kader bangsa terbaik malah ditampung di negeri orang, karena di sini diisi oleh pelaku kontroversi saja.
Salam
---