Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Kisah Rachel Mariam, Sebuah Mental Terabas Seturut Teori Koentjaraningrat

Diperbarui: 9 April 2016   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kisah Rachel Mariam, Sebuah Mental Terabas Seturut Teori Koentjaraningrat

Beberapa waktu lalu, media dihebohkan dengan beredarnya sebuah surat dari anggota dewan kepada seorang duta besar di Perancis. Sang anggot dewan meminta disediakan sarana transportasi ketika liburannya di sana. Pro kontra, pembelaan dan celaan silih berganti. Jelas saja ada dua kubu, akan selalu, karena memang demikian ciri dunia ini. Ini hanya sebuah ilustrasi sejarah panjang bangsa ini.

Mental Terabas

Bahasa Koentjaraningrat yang agak kurang familier, kecuali di dalam istilah kekinian potong kompas, instan, dan sejenisnya. Apakah hal ini gaya baru? Bukan, justru sejak masa kemerdekaan juga dipakai, dan sayangnya tidak diubah dan diatasi agar makin baik dan menjadi pembelajaran hidup bersama. Pasca kemerdekaan, darurat, wajar lah ketika pejabat, militer, sistem pemerintahan, dan segalanya masih memakai perangkat warisan penjajah, yang banyak juga yang tidak lagi relevan untuk pembangunan.

Era  akhir ’60-an ada istilah guru kilat. Ini orang-orang yang cukup pendidikannya diberi kursus sekian bulan dan diberi SK untuk mengajar. Pengalaman bapak yang bersama guru model ini, menulis saja dari ujung lembaran buku sampai ujung lagi, padahal buku zaman itu ada garis di tepinya. Bisa dipahami bagaimana keadaan darurat itu ya susah untuk mencari yang ideal, minimalis malum akhirnya menjadi pilihan.

Tidak heran ketika ada pejabat terlihat moncer akan dicabut dan dipakai untuk lembaga ini atau itu. Apa yang terjadi? Jelas frustasi bagi pelaku jenjang karir di lembaga tersebut. Selain itu menjadi pelaku yang diorbitkan ini bisa menjadi besar kepala atau mandeg dalam capaiannya.

Pelaku Utama Mental Terabas Kini

Parpol. Jelas tidak ada yang bisa membantah bagaimana mereka itu payah. Jangan heran pimpinan parpol A bisa saja menjadi kandidat di pilkada atau pil apapun di parpol lain. Ideologi telah terterabas oleh kursi kuasa itu. Mungkin hanya ada di sini, ketika di pusat berebut dan gontok-gontokan di daerah berpelukan laiknya Teletubis. Bukan karena kedewasaan dalam menyikapi perbedaan, karena tidak memiliki idealisme dan idiologis. Kantor saja tidak ada apalagi ideologi. Ciri khas lainnya, ialah tidak ada kaderisasi. Jangan kaget kalau pemenang pemilu malah mendukung partai lainnya yang kecil suaranya. Ingat pilpres tentunya bukan? Atau betapa pedenya Pak Yusril yang mendatangi partai-partai jawara untuk menjadi cagubnya.

Soal Mendes...

Bebarapa hari ini sedang memanas, soal pergantian kabinet. Ada parpol yang curiga parpol lain melirik kursi yang mereka miliki. Pertanyaannya adalah, mengapa kalau hanya soal kursi harus bersitegang demikian? Gengsi? Pengabdian? Atau uang yang bisa didapat. Tidak usah terlalu susah untuk menebaknya. Menarik adalah, kala pemerintahan yang jauh lebih tertib, terbuka, dan transparan ini, masih ada yang demikian. Bagaimana di masa lalu yang ada demikian banyak celah, hingga kedua sisi antara eksekutif dan pengawasnya sam-sama masuk bui. Tiba-tiba pula berhamburan artikel mengenai sosok yang dicurigai pihak lain sebagai penggantinya, jelas dengan nada negatif.

Soal SDA...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline