Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Menko Luhut: Gerakan Intoleran akan Ditindak Tegas

Diperbarui: 6 April 2016   09:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menko Luhut: Gerakan Intoleran akan Ditindak Tegas

Angin surga atau nyata. Intoleran, merendahkan pihak lain, tidak taat hukum, dan rendahnya wibawa aparat dan pemerintah sangat panjang kalau mau diurai. Wasit yang tidak tegas dalam memimpin pertandingan, pemain dan pelatih yang tidak mau mengormati wasit, perilaku di jalan raya yang seenaknya, dan elit parpol dan negara yang merasa paling hebat, merupakn cerminan tindakan intoleran dalam skala kecil.

Toleransi bukan hanya soal agama dan menghormati agama lain, namun juga sikap menerima kekalahan dengan lapang dada dan membiarkan pemenang menjalankan programnya dengan baik. Sikap intoleran bisa karena angkuh dan sombognya pihak yang tidak mau diatur atau karena adanya pembiaran dari pengaturnya itu sendiri.

Perilaku Intoleran

Tidak sulit menemukan perilaku ini, dari yang paling kecil hingga paing besar dilakukan oleh orang yang tidak berpendidikan hingga bergelar berderet pun tidak berbeda.  Membangun rumah ibadat dengan berbagai kesulitan, hingga tidak mau mengakui kekalahan dalam pilpres. Dari menerobos lampu merah hingga menyerobot arus lalu lintas.

Hingga hari ini tentu masih ingat bagaimana peristiwa Tolikara hingga Aceh Singkil. Bagaimana penganut Syiah yang masih ada di pengungsian. Ibadat Ahmadiyah yang dihajar dan polisi di depannya diam saja.  Bagaimana jemaat Yasmin masih belum memiliki gedung gereja, sedangkan semua aturan telah ada.

Pencuri sendal atau kotak amal di rumah ibadah jangan harap bisa lepas tanpa bogem mentah di muka kalau ketangkap tangan. Juga maling jemuran. Kesalahan orang lain sepertinya paling besar daripada orang lain. Sikap merasa paling benar sering menjadi pilihan dominan bangsa ini.

Belajar Wibawa akan hukum

Hampir setahun FIFA beku, menyaksikan siara langsung Piala Bhayangkara dengan harapan tinggi, permainan, pemain, dan perangkat pertandingan yang meningkat dan menjanjikan keluar dari kepompong dan menjadi kupu-kupu yang indah. Harapan itu ternyata tidak terjadi. Pelatih yang dari luar negeri masuk lapangan dan mendorong wasit. Kesalahan ganda, bagaimana ia keluar dari kotak pemain cadangan saja sudah pelanggaran, ini masuk lapangan, dan mendorong wasit. Wasit pun diam saja tidak mengeluarkan kartu. Bagaimana wasit dihormati kalau dia saja takut dan tidak berwibawa begitu. Sering demi keamanan akhirnya tim tuan rumah diberi hadiah pinalti, dibuat menang dengan berbagai cara. Toleran tehadap ancaman namun menciderai sikap sportivitas yang menjadi nadi olah raga itu sendiri.

Agama, lah jangan ditanya lagi. Berjibun di media tersaji. Pancasila hanya jadi slogan di atas kertas.  Menarik kembali apa yang sudah disahkanpun menjadi hal lumrah, dengan berbagai dalih yang secara esensial memalukan.  Dasar hukum di Indonesia adalah Pancasila dan UUD ’45 yang dijabarkan di dalam UU dan peraturan dengan turunannya. Namun ada pihak tertentu yang bisa mengalahkan itu. Kalau tidak dituruti membakar, merusak, bahkan kadang membunuh, dan didiamkan saja.

Kelompok kecil, sedikit, atau lemah. Berbagai kelompok, agama hanya salah satunya. Jangan harap bisa damai, tenang, dan bebas mau berbuat, mau bekerja diskriminasi, bersikap, ata menjadi pejabat publik akan disorot dan dibesar-besarkan. Hukum kita telah melimpah dan berbuih-buih, namun aplikasinya nol besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline