Tugas Baru yang Dimaui DPR, Apakah Mafia Narkoba Masuk Kura-Kura Hijau?
Di masa lalu, ketua MK yang dahulu di tangan Pak Machfud MD, menyatakan ada mafia narkoba di istana, tidak heran ada masukan yang tidak pas ke presiden sehingga terpidana narkoba dari Australia bisa mendapatkan grasi yang sangat signifikan. Kali ini hembusan tidak enak keluar dari Kura-Kura Hijau. Ide-ide cerdas satu demi satu gugur karena memang sangat memalukan. Perpustaan fantastis yang kelihatannya juga tidak cerah menambah daftar panjang kegagalan mereka dalam keanehan yang mereka telorkan.
Tugas DPR
Legislatif. Tidak perlu berpanjang lebar kalau hal ini, jelas saja tugas pokok mereka, soal hasil yang tidak sampai 10% pada tahun lalu bukan hal yang buruk, jika memang berkualitas. Tiga dari tigapuluh lebih dari target mereka, wajar kalau tidak tuntas karena sibuk mereka mengurusi tugas rekan kerja mereka. Sama sekali mereka tidak punya inisiatif baik untuk bangsa ini. Kemarin presiden mengatakan negara yang terlalu banyak aturan itu negara yang masih belum begitu beradab (apakah sama dengan biadab?). Sepakat ide presiden tersebut. UU yang kebut-kebutan model DPR juga biasanya mentah oleh MK, ketika ada yang menggugat. Jelas di ranah tugas utama ini sangat-sangat buruk.
Anggaran. Mereka bersama eksekutif membicarakan dan mengesahkan APBN untuk kehidupan berbagsa dan bernegara. Tentu bahwa ada kerja sama, bukan menang-menangan dan saling menyandera. Pelaksana anggaran tentu saja eksekutif, berkaitan dengan tugas ketiga, penggawasan. Ide cerdas mereka pun terlontar ketika mereka menghendaki mengelola anggaran dengan istilah dana aspirasi. Lha siapa yang ngawasi mereka, sedang rekam jejak mereka soal uang sangat buruk.
Pengawasan. Model panggil memanggil, bukan soal memanggilnya, namun kesiapan mereka bekerja sangat rendah. Belum pernah mereka bisa mencegah adanya kejadian buruk, di dalam mereka sendiri pun masih jauh dari harapan. Janganlah diharapkan lebih baik, kalau absensi saja masih amburadul dan penuh dengan kepentingan pribadi dan parpol saja.
Bangsa ini telah memilih bentuk republik dengan sistem presidensial, yang dibangun dengan sistem trias politika. Namun mereka ternyata tidak tahu pemisahan ketat di antara penyelenggaraan negara ini.
Legislatif, jelas bahwa memang wewenang dewan untuk mengesahkan, bukan hanya mengesahkan sebagaimana selama ini, ada pula ide dari mereka, jelas bagi bangsa lho bukan untuk diri sendiri dan kelompok. Sangat memprihatinkan kalau tidak mau malah menghambat kinerja dua lembaga lain.
Eksekutif, jelas pelaku dan pelaksana pembangunan dan jalannya pemerintahan ada di tangan pemerintah dan jajarannya. Dewan atau legislatif hanya menjadi pengontrol, ingat pengontrol bukan penghambat apalagi penyandera. Aneh bin ajaib ketika keluar permintaan dana aspirasi yang akan mereka kelola. Lha pemerintah mau ngapain coba?
Yudikatif, jelas mereka ada di tangan kejaksaan dan kehakiman yang mengelola ranah hukum untuk tata kelola bangsa ini agar berjalan sesuai koridor hukum. Punggawa hukum bangsa ini eh malah akan diikutcampuri oleh dewan alias legislatif. Ide untuk mengubah hukuman mati bagi gembong narkoba bisa diganti dengan hukuman dua puluh tahun jika berperilaku baik. Lha mereka ini siapa?
Dewan sebagai lembaga pengawas boleh memiliki ide-ide dengan baik dan banyak pun tidak masalah, namun apakah tidak ada yang lebih cerdas lagi? Sangat memalukan ketika idenya tidak jauh melemahkan KPK, meneror menteri yang kinerjanya baik, dan malah meminta-minta yang bukan kewenangannya, sedang kewenangan mereka sendiri amburadul.