Puan, Akankah Menjadi Tutut Kedua?
Hiruk pikuk reformasi ’98 awalnya adalah pemilihan Pak Harto untuk menangkat putri sulungnya Mbak Tutut untuk menjadi menteri sosial saat itu. Pak Harto bersikukuh bahawa puterinya tidak perlu diganti, bahkan dulu resuffle adalah barang tabu. Beberapa menteri juga ditengarai sangat buruk alias tidak pantas dengan berbagai alasan. Keputusan mempertahankan sang putri membuat bola salju menggelinding liar, diperparah dengan cengekraman terhadap banyak pihak ternyata lepas.
Roda bergulir bukan hanya meminta Mbak Tutut dan beberapa menteri lain, namun lebih jauh yaitu turunnya beliau dari kursi kepresidenan. Jawaban sengak, bahwa tidak jadi presiden ora patheken, membuat makin besar gelombang untuk menurukan beliau, dan gayung bersambut banyak pihak yang memang ingin berkuasa, apa yang digelorakan mahasiswa disambut DPR/MPR, dan juga kabinet waktu itu. Kabinet menandatangani surat untuk mengundurkan diri. Dan akhirnya kekuasaan 32 tahun itu pun berarkhir.
Kali ini, sedikit peluang mirip ada. Mbak Puan menjadi sasaran banyak pihak sebagai tidak bisa bekerja. Tentu Pak Jokowi yang bisa menilai apakah beliau seperti pendapat banyak orang atau memang bisa bekerja. Satu hal, bahwa kedudukan menteri koordinator sama sekali tidak bersentuhan dengan rakyat, maka memang cenderung tidak bisa bekerja, karena penilaian dari luar yang sangat jauh dari kinerja menteri.
Simalakama Pak Jokowi. Menyenangkan banyak pihak, yang belum tentu kebenarannya, tentu popularitas beliau akan melambung kembali dengan sangat tinggi, karena dengan gagah perkasa menyatakan bahwa bukan boneka Ibu Mega. Di balik itu akan banyak pula yang akan menghujat sebagai orang tidak tahu berterimakasih, karena banyak pelihat dan penilai sebagai kerja keras PDI-P lah beliau menduduki RI-1. Bola liar bisa ke mana-mana dengan dua pilihan yang sama-sama belum jelas.
Mengenai penggantian jajarana kabinet tentu hanya Pak Jokowi yang tahu dengan baik, apa yang diperlukannya. Mengapa orang menjadi selalu berkonsentrasi akan satu menteri Mbak Puan, sedangkan ada lebih dari 30 menteri yang lain. Manusia memiliki kecenderungan melihat kekurangan dari pada kelebihan yang melimpah. Seorang pertapa membangun biaranya dengan tenaga sendiri. Namanya amatiran, dia memasang ribuan batu bata, karena ia yang mengerjakannya tahu bahwa dua bata tidak rata. Dalam benaknya hingga bertahun kemudian, itu adalah kegagalan fatal yang tidak bisa dimaafkan. Peresmian gegap gempita, aplaus akan keberhasilan itu tidak bisa ia rasakan. Suatu hari ada tamu yang justru memuji penampilan dua bata yang tidak “semestinya” oleh pembangunnya sebagai asesoris yang indah. Matanya terbuka, bahwa dia terlalu fokus pada yang dua dan lepas yang ribuanlainnya.
Biarkan Pak Presiden bekerja dengan baik, jangan lagi diganggu demi kepentingan sendiri dan sesaat. Masih pada rel yang semestinya, apa cukup enam bulan menilai untuk lima tahun sedang kuliah saja 4 semester untuk jangka waktu empat tahun kog?
Salam Damai
Sumber: Cacing dan Kotoran Kesayangannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H