Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

PSSI vs Kemenpora, KPK vs Polri, dan Sikap Rendah Hati

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak kelar-kelar dua persitiwa besar negeri ini. Negara lain membicarakan prestasi, eh kita malah bertikai soal yang jauh dari membanggakan. Nepal sedang menderitaa karea bencana alam, kita kena gempa persoalan, yang penuh dengan kekeras kepalaan bukan penyelesaian. Kapan membangunnya kalau begini terus.

PSSI vs Kemenpora

Permasalahan lama, memanjang karena perang opini dan pnedapat, dari banyak orang yang pihak memihak, bukan solusi malah nambah masalah. Coba jernih melihat, apa yang terjadi seolah rel kereta yang tidak akan pernah ketemu selain seiring dan sejalan sama-sama ngotot.

PSSI:

Merasa tidak ada persoalan, dengan acuan, adalah jalannya liga, pertandingan, uang yang berputar, pemain yang melimpah, statuta FIFA, FIFA yang selalu menilai mereka dengan baik dan benar, tidak mau tahu dengan kemenpora, karena merasa tidak bawahan atau ada di bawah komando kemenpora, selain taat pada FIFA.

Kemenpora

Titik tolak adalah permasalahan taat asas dari regulasi nasional termasuk pajak, transparansi anggaran, prestasi dari zaman ke zaman yang tidak pernah maju malah mundur, dengan Laos saja kalah dan sudah didahului. Mafia yang didengung-dengungkan beberapa pihak, bagi kemenpora mendesak untuk menyelesaikan mandegnya prestasi.

PSSI dan kemenpora, sama sekali tidak ada titik temu kan, karena apa yang dibicarakan dua belah pihak ini memang tidak ada yang sama, alias tidak nyambung, selain sejajar seperti rel sepur. Kapan selesainya kalau kedua belah pihak hanya bersikukuh mereka paling benar.

KPK:

Penyidiknya tidak ada masalah, salahnya tidak ada, persoalan yang ada dicari-cari, karena sudah sekian tahun terjadi, nuansa balas dendam dikedepankan, bukan penegakan hukum, mau diperiksa malah diberi tugas yang tidak bisa ditinggalkan.

Polisi

Anak  “durhaka” ini memang melakukan kelalaian yang layak untuk diselesaikan. Mangkir dari pemeriksaan, penyebabkan nyawa orang lain melayang tidak bisa dibenarkan apapun alasannya. Penyelesaian terbaik adalah hukum yaitu pengadilan.

KPK dan Polisi

Keduanya memakai argumen yang sama, sama-sama merasa paling benar dan paling menjujung tinggi hukum. Sudut pandang yang digunakan berbeda. Semua benar dan semua memiliki titik salah yang perlu diluruskan dan dibenarkan sehingga tidak menimbulkan gejolak dan kontraproduksi dalam pembangunan.

Dua peristiwa ini hanyalah sepenggal sejarah berulang dan nampaknya akan selalu berulang, ketika mengedepankan egosektoral dan melalaikan kerendahan hati. Betapa bangganya bangsa ini ketika penegak hukum bisa bersinergi untuk bersama-sama memberantas pelanggar hukum. KPK mencokok polisi dengan biasa saja, seperti juga polisi menangkap personel KPK dan pegawainya dengan biasa, tidak menimbulkan persoalan. Demikian juga PSSI dan kemenpora atau lembaga lainnya. Negara akan bersih dan semua terbuka akan kehendak baik bukan sikap saling curiga dan merasa paling benar. KPK dulu dianggap superbody, sekarang gantian polisi, nanti apa lagi? Apakah akan terus terusan demikian dalam membangun negeri ini? Tentu tidak.

Kehendak baik dan kerendahhatian akan memberikan solusi bukan makin memperkeruh suasana. Semua memiliki sisi benar, namun ada juga sisi keliru ketika ada sikap merasa paling benar dan pihak lain pasti salah dan buruk.

Salam Damai




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline