Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Hatta , Kekecewaan Berpolitik dan Partai Baru

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejarah panjang bangsa ini memunculkan kekecewaan yang akhirnya bermuara pembentukan partai baru, terutama post era Orde Baru yang membuka kemungkinan besar dan mudah untuk membuat dan mendirikan partai. Ada memang langsung dan keras serta drastis ataupun pelan namun pasti yang memang berkaitan dengan kekecewaan.

PDI-P dengan Megawati jelas-jelas karena PDI tidak lagi merupakan wadah yang cocok bagi perjuangan mereka, lahirlah partai baru dan menenggelamkan induknya yang pada waktu itu berkaitan dengan  politik kekuasaan Orde Baru. Perkembangan baru di tengah euforia berpolitik membawanya memenangi pemili perdana dengan sistem multi partai  setelah puluhan tahun pemilu pura-pura.

Hanura, Wiranto sebagai pemenang calon presiden  dari partai baru Golkar yang hendak berubah ternyata kalah dan terpental dengan JK waktu itu. Menyadari pentingnya kendaraan, dari pada menyewa yang tidak menjanjikan keamanan, lebih baik dia memesan ke karoseri dan membangun kendaaran sendiri dan itu paling tidak menjamin lebih jelasnya tongkrongannya untuk memperoleh tujuannya.

PDI-P sebagai partai baru dari induk semang PDI juga menelorkan beberapa barisan sakit hati, salah satunya Eros Jarot dengan mendirikan partai baru dan bisa berjalan meskipun dengan tertatih dan akhirnya pudar ketika pemilu tidak memberikan suara yang secukupnya.

Gerindra dan Prabowo, ini juga korban Golkar, sebagai petinggi Golkar masa lalu dan  juga sejarah panjang Golkar dengan orang terdekatnya tidak heran dia masuk konvensi setengah hati dan ternyata tidak memberikan jaminan yang semestinya bagi hasratnya untuk naik ke posisi yang diinginkan.  Gerindra pun lahir. Harapan besar ketika bisa head to head dengan Jokowi di pilpres 2014.

PAN, dengan Sutrisno Bachir, beberapa waktu lalu, Sutrisno meninggalkan glanggang dan mundur untuk rehat dan kembali pada tahun ini. Tidak sampai mendirikan partai memang namun mundur dan tidak aktif secara langsung.

Demokrat, Anas dan PPI. Sakit hati Anas sebagai rising star yang baru hendak moncer harus sirna setelah jerat KPK membawanya ke Cipinang. Sebagai pelampiasan hasrat berpolitiknya lahirlah PPI. Ormas yang sempat berkibar seputar masa awal Anas hendak memasuki gelanggang barunya. Hari-hari ini masih tenang, kemungkinan mendekati 2019 akan ada geliat yang signifikan dari kelompok ini.

Nasdem dan Surya Paloh, memang tidak seekstrem rekan-rekannya yang lain dalam kekecewaan dengan induknya, Nasdem perubahan dari ormas Nasdem bergerak ke parpol mendekati pemilu 2014 lalu. Partai baru yang lumayan dalam pemilu lalu dan menjadi salah satu pendukung presiden terpilih.

PKB, PPP, dan partai-partai kecil lain. Kelompok yang mengahsilkan banyak kekecewaan dan sakit hati, saling tuntut dan berperang di peradilan yang berkepanjangan. Lahirlah partai-partai lain yang hanya sejenak menghirup dalam pemilu dan sekedar numpang lewat.

Hari Tanu dan banyaknya belajar dari partai lain. Hasrat untuk memimpin negeri membuatnya banyak belajar bahwa partai sebagai cara jitu dan amat penting. Setelah terlunta-lunta di Nasdem bergeser ke Hanura dan sama juga, akhirnya di masa awal pemerintahan baru berani menyatakan adanya Partai Perindo yang memulai dari ormas bermetamorfosis ke parpol.

Hatta dan kendaraan. Hatta yang memimpin PAN di pemilu 2014 dan maju sebagai wapres dari salah satu kontestan telah kehilangan kendaraan ketika kalah tipis dari rivalnya dalam pemiliah di 2015. Potensi suara untuk bertarung di 2019 masih terbuka, melihat kapasitas dan perjuangannya. Bukan tidak mungkin akan mendirikan kendaraan baru atau bisa berkolaborasi dengan sang besan.

Kekalahan yang sulit diterima pendungnya,  Pak Hatta memang dengan jiwa besar menerima sebagai hal yang wajar, namun tidak demikian dengan penyokongnya yang tentu berharap Pak Hatta bisa maju lagi di pilpres mendatang. Sekarang banyak sorotan tertuju ke duet besan Amin Rais dan Zulkifli yang sedang berkuasa di PAN.

Maju perlu kendaraan, tidak mungkin Zulkifli akan dengan legawa mempersilakan Pak Hatta untuk menggunakan mobilnya untuk dikendarai. Pak Zulkifli tentu juga ingin merasakan adrenalin untuk bertarung RI-1 atau minimal RI-2. Konsekuensi logis Pak Hatta bisa mendirikan partai baru. Hitung-hitungan memang bisa saja gerbong panjang dan pengalaman lama di pemerintahan untuk mengelola partai baru.

Alternatif lain, maju menggunakan kereta besan. Pak Beye selaku besan dengan Demokratnya belum punya orang atau kader yang brilliant untuk 2015. Beiau sendiri tidak mungkin turun glanggang lagi, tentu tidak etis meskipun tidak salah. Ibu Ani yang sering didengung-dengungkan juga tidak mememiliki keterpilihan yang besar. Sang putera, sekaligus menantu Pak Hatta maish jauh dari haapan.  Kongres mendatang bisa saja Pak Hatta masuk dan bersaing dengan PAN duet besan yang telah mempecundangi di kongres kemarin.

Politik itu cair bisa berubah setiap saat, peluang sekecil apaun bisa, dan sakit hati bisa menjadikan apapun terjadi. Mau ke mana Pak Hatta, setelah lengser dari PAN-1? Layak ditunggu....

Salam Damai...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline