[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="ilustrasi (Sumber: Kompas.com)"][/caption]
Selamat menunaikan Ibadah Haji bagi saudara sebangsa dan setanah air.
Ratusan ribu setiap tahun yang berangkat ke Tanah Suci. Dana yang begitu besar tentunya, tiket Indonesia-Arab Saudi pp. Masing-masing berbeda antara Aceh hingga Papua. Padahal sekian puluh tahun sama saja. Beaya makan dan minum, hotel/penginapan, uang jajan selama beribadah, beaya lain-lain. Jumlah yang tidak kecil tentunya. Baik itu secara keseluruhan ataupun bagi para jamaahnya pribadi per pribadi.
Banyak cerita inspiratif dan menyentuh hati saat mendengar betapa jamaah itu didominasi manula, betul-betul manula karena lebih dari 70 tahun bahkan 80 dan 90 tahun, bukan usia yang segar untuk melakukan penerbangan sekian lama, menuju ke daerah dengan iklim yang sangat ekstrem berbeda. Tidak heran banyak jamaah yang langsung masuk ruma sakit ketika sampai ke sana. Atau baru hendak terbang sudah minta pulang karena sudah pikun.
Mengapa harus setua itu sehingga baru bisa berangkat? Beberapa sebab yang bisa diungkapkan:
Kebanyakan pensiunan pegawai negeri sipil. Berarti di atas 56 atau 60 tahun, kemudian menunggu giliran daftar tunggu kuota karena banyaknya yang hendak beribadah tersebut. Perjuangan demikian panjang karena bakti dan sujud syukur yang purna kepada Sang Pencipta. Tentunya akan memiliki beberapa risiko, kemunduran kondisi kesehatan, fisik, pemikiran juga mulai mundur, rentan akan penyakit seperti darah tinggi, jantung, dan sebagainya.
Jamaah tua karena memang menabung sedikit demi sedikit. Mengharukan, inspiratif saat seorang tukang urut naik haji tahun ini. Menabung sekian lama, tentu dengan diiringi doa dan permohonan tiada henti untuk dapat menunaikan ibadahnya dengan baik.
Ada yang menunggu anak-anaknya mapan terlebih dahulu, kemudian apa yang dimiliki digunakan untuk menunaikan ibadahnya sendiri. Menghantar anaknya ke gerbang kehidupannya sendiri baru menyelesaikan kerinduan terdalamnya.
Para jamaah tua tersebut sungguh kasihan dan benar-benar tidak tahu diri para pelaku yang memperkaya diri sendiri dari rutinitas tahunan ini. Makanan dengan katering yang disunat sana-sini, penginapan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, daftar tunggu yang dipermainkan, diperjualbelikan. Untunglah KPK turun tangan dan menteri agama yang sekarang membawa dan memberikan harapan.
Bagaimana kalau suratan berbicara berbeda, karena penyakit, belum sempat menunaikan ibadah yang tentunya dirindukan sepanjang hidupnya? Uang yang diperlukan terkumpul masuk daftar tunggu dan ternyata kehendak Tuhan berbeda dan meninggal di masa penantian panjangnya.
Mahal dan perlu beaya yang tinggi untuk bisa menunaikan ibadah haji, maka perlu menabung lama, tidak heran banyak yang berusia tua baru bisa menjalankannya. Perlu terobosan dan revolusi birokrasi haji sehingga bisa menyelenggarakan ibadah haji dengan lebih murah dan lebih baik.
Salam Damai....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H