Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Tutut, Puan, Ibas, Keturunan dan Kemampuan

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bangsa Indonesia, tumbuh berkembang tanpa bisa dilepaskan dari sejarah panjangnya yang berciri kerajaan. Keturunan memegang peranan penting, dari Sabang sampai Merauke dihiasi oleh berbagai ragam kerajaan dan suku-suku yang begitu banyak. Keragaman itu memiliki satu kesamaan di mana keturunan sebagai pemilik garis kekuasaan. Hanya Papua yang memiliki tradisi berbeda, dengan mengalahkan penguasa lama dapat menjadi penguasa baru. Siapa yang kuat dia yang menang, ini berkaitan dengan sejarah Nusantara yang panjang. Hampir semua kerajaan di Nusantara mengedepankan keturunan. Hingga ke ranah keluarga saja, pernikahan dikenal namanya bibit, bebet, dan bobot.

Tutut

Orde Baru memiliki ikon Soeharto, sang  jenderal penuh senyum ini memiliki putri mahkota, Tutut. Kemanapun presiden berkunjung dan bertugas pasti ada Tutut, apalagi setelah ibu negara meninggal, praktis ibu negara ada di tangan Tutut. Berbagai kegiatan dan kepengurusan dipegangnya. Dari olaharga hingga politik digelutinya. Ketua pengurus bola volley hingga duduk di pengurus pusat Golkar. Berbagai yayasan sosial hingga media menjadi sarannya membangun kemampuan managerial kalau mungkin kenengaraan. Puncaknya adalah jabatan mentri saat bapaknya berkuasa untuk terakhir kalinya.

Orde Baru berganti dengan Orde Reformasi, Tutut berganti dengan bapaknya untuk menapak jalannya ke tangga RI-1 dengan membentuk partai PKPB sebagai kendaraannya. Namun suara rakyat sangat tidak signifikan  bagi perkembangannya lebih jauh. Hendak kembali ke Golkar tentunya semua orang akan tahu dengan persis apa yang telah terjadi, dan karir politiknya beralih ke adik-adiknya, yang sama sekali tidak dipersiapkan seperti dirinya.

Ibas

Putera nomor satu Indonesia, sebagaimana klaimnya di dunia maya. Anak muda lulusan Australia, yang menduduki jabatan strategis di partaai penguasa dua periode, Demokrat. Sekjen, bukan main-main jabatan elit yang disandangnya. Identik dengan pendahulunya, kemanapun presiden melakukan lawatan, dia pasti ada. Pengkaderan yang terlalu melejit kelihatannya kurang menempanya menjadi seorang calon pemimpin masa depan. Masih perlu jam terbang yang jauh lebih banyak untuk menjadikannya politisi yang berkualitas. Dia memang terpilih menjadi anggota dewan dengan pemilih terbanyak sepanjang sejarah bangsa ini. Namun tidak ada prestasi yang berbanding lurus dengan keterpilihannya. Belum pernah berbicara secara publik mengenai isu hangat yang menyangkut negara dan kemasyarakatan, dan cenderung menghindar ketika wartawan hendak mengadakan wawancara. Buah pikirnya hampir selalu menjadi buah bibir sayangnya bernada negatif dan justru kontra produktif dengan apa yang hendak dicapai.

Keluar masuk ke Senayan, cenderung memperlihatkan dia tidak tahu apa yang dilakukan dan dipilih. Rangkap jabatan di kepengurusan partai dan dewan, bukan menambahkan kualitas dirinya dengan pengalaman dan kekritisannya, namun memang justru makin menenggelamkan kemampuannya yang belum nampak.

Puan

Putri yang beruntung karena memiliki darah Soekarno yang memiliki nama besar. Semua capres 2014 menggunakan pemikiran dan perjuangan kakeknya. Memang tidak seekstrem kedua putra-putri mahkota di atas dalam kaitannya ketika ibunya berkuasa. Namun di partai jabatan mengkilap telah dia sandang. Di dewan setali tiga uang. Jam terbang, didikan, dan pola asuh yang demikian lekat sayangnya tidak menambah kualitasnya sebagai seorang calon pemimpin masa depan. Jarang publik mengerti apa yang ada di balik batok kepalanya. Hal ini menimbulkan tanda tanya dan malah kecurigaan ketika dia diangkat menjadi menteri koordinator di Kabinet Kerja. Kinerjanya sebagai angggota dewan belum ada gebrakan yang berarti secara nyata bagi publik.  Sarana untuk  membangun citra diri yang smart, bijaksana, dan memang berkualitas zaman ini banyak ragam pilihannya, namun sama sekali tidak ada. Hasil kerja sekarang ini akan dengan mudah menjadi sarana membangun gambaran positif ataupun negatif, berkaitan dengan isu-isu sentral, baik secara sosial, politik, ataupun hukum sama sekali belum pernah terdengar apa yang menjadi pilihan dan dengan demikian publik akan makin mengenal kualitas pribadinya.

Kualitas diri berkaitan dengan kemampuan pribadi bukan masalah keturunan. Keturunan memang penting namun bukan segalanya.  Kemampuan diri dalam membangun kualitas jauh lebih mendukung suatu  pribadi dalam kehidupan pribadinya.

Salam Damai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline