Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Berbeda Itu Salah di Sini dan Saat Ini

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah pernah terpikirkan bahwa beda itu salah. ­Bully, cibiran sinis, dan sikap antipati akan kita terima, pas kita berbeda dengan kebanyakan yang ada di masyarakat.

Beberapa kali dalam hidup saya memang berbeda secara umum, terutama di desa, oh jangan ditanya mengenai perlakuan yang saya terima. Pengalaman masa sekolah dasar beberapa dasa warsa lampau. Peristiwa agak baru, beberapa tahun lalu, saya berjalan di jalan kampung menuju jalan raya, ditanya seorang ibu, “Pundi kendaraanne?” Mana  kendaraannya, dan saya jawab dianugerahi dua kaki oleh Tuhan dan beum habis, sebagai rasionalisasi tidak mampu beli motor, he...he... Pengalaman paling baru, baru beberapa pekan, saya melakukan aktivitas kerja dari rumah, uang honor ditransfer, dan apa yang terjadi? Kantornya mana?

Ini saya yang bukan siapa-siapa saja merasakan beda itu “salah”...

Apalagi yang dialami oleh Ahok. Sikapnya yang keras, tegas, dan kadang brangasan kalau melihat hal yang tidak sesuai dengan apa yang dia kehendaki langsung damprat, tidak peduli dia itu siapa dan yang didamprat itu siapa. Gaya yang berbeda dengan apa yang dilakukan pihak atau pejabat lain, maka Ahok menjadi jelek. Penilaian bukan apa yang dihasilkan dari sikapnya tersebut, namun apa yang menjadi cara dia bersikap. Pembicaraan dan pengamatan orang terutama yang tidak suka adalah Ahok arogan, Ahok tidak pantas jadi pejabat karena mulutnya dan tindakannya tidak mencerminkan pejabat. Lho, memang pejabat yang kalem namun korup itu lebih baik? Membiarkan suap dan mark up, dengan bahasa santun lebih berharga dari pada membentak pelaku suap?

Ahok Kristen tidak bolej jadi gubernur, Lurah Susan Krsiten tidak boleh jadi Lurah di sana. Memangnya managemen pemerintahan berkaitan dengan agama seseorang? Bagaimana kalau orang itu seagama namun justru mempermalukan agamanya dengan perilakunya yang buruk? Itu boleh? Julukan keagamaan berderet-deret namun tidak malu melanggar hukum perundangan dan sepertinya tidak merasa bersalah. Alasan tidak ada bukti, kemudian ada bukti langsung diam seribu bahasa. Sama dengan agama yang banyak namun menebarkan kebencian dan fitnah setiap kali berbicara mengenai orang yang tidak disukai, pernah melukai atau menolaknya, apa yang keluar dari mulut dan pemikirannya bisa namun karena sama dengan yang banyak tidak menjadi masalah.

Ibu Susi, belum bekerja sudah di-bully, karena merokok, tatooan, dan lulusan SMP atau menikah lebih dari satu kali. Lho apalagi ini? Apakah orang yang  merokok, dan perempuan itu pasti buruk? Apalagi berkaitan dengan pekerjaan sebagai menteri? Memberi contoh kaum muda? Memangnya selama ini telah ada menteri yang balapan liar? Nyatanya tiap Sabtu malam dan malam hari libur jalanan penuh dengan anak balap liar. Masalah keteladanan bukan hanya satu orang saja yang berperan. Mengapa puluhan pejabat korup tidak pernah dinyatakan menyebabkan generasi muda mengikuti jejaknya, maka hukumannya ditambah, bisa hukuman sosial, hukuman kurungan, atau apapun itu.

Berbeda dengan yang banyak, berbeda dengan yang biasa dinilai pasti salah. Padahal belum tentu, terkadang yang berbeda itu karena memang yang banyak itu salah dan itu dianggap benar karena saking parahnya kesalahan itu. Bahasa Jawa memiliki istilah yang pas, salah kaprah, misalnya nggodhog wedang, ini kan salah karena menjerang minum, yang betul kan menjerang air untuk minum. Jangan-jangan nanti korupsi, tidak disiplin, suap  menyuap, jegal menjegal dianggap benar karena semua melakukan. Banyak yang melakukan sama dengan benar.

Cilaka kalau begitu.

Salam Damai.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline