Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Darurat Martabat Versus Darurat Narkoba

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Eksekusi para narapidana narkoba beberapa saat lalu banyak menghasilkan apresiasi positif. Tidak sedikit pula yang mengatakan ini itu. Baik pro dan kontra adalah hal yang wajar dalam suasana demokrasi zaman ini. Pemahaman dan sudut pandang berbeda menghasilkan dukungan yang tidak sama. Masih dalam koridor wajar ketika itu berkaitan dengan paham teologi penciptaan atau berawal dari hak asazi manusia.

Persoalan ketika kelompok yang kontra itu menyerang kebijakan pemerintah. Siapa pihak ini? Bisa orang yang hanya mengail di air keruh dalam arti bernuansa politis. Darurat narkoba memang sudah memasuki tahaf akut, dan pemerintah melihat keadaan saat ini yang paling mujarab dengan efek jera ialah hukuman mati.

Reaksi dari luar negeri yang menarik duta besarnya merupakan tanggapan yang wajar dan normal dalam hubungan bilateral era modern ini. Kebijakan dibalas dengan jawaban diplomatik yang wajar. Apa yang terjadi ketika banyak pengail-pengail di air keruh adalah menakut-nakuti presiden dan pemerintah dengan berbagai cara dan dalih. Penarikan duta besar itu respon yang sangat wajar untuk mengerti menurut sudut pandang dan budaya kebiasaan mereka, bukan pembicaraan dari negara yang bersangkutan, yang memiliki budaya, kebijakan, dan sudut pandang yang tentu berbeda.

Pihak-pihak yang membesar-besarkan hal ini karena apa yang biasa disaksikan oleh pemerintah Indonesia yang lemah dalam diplomasi internasional. Warga negara dihukum tanpa adanya peradilan yang jelas bukan dengan nota diplomatik yang tegas seperti menarik duta besar malah mengirim utusan khusus. Perilaku demikian menunjukkan inferioritas bangsa sendiri terhadap bangsa lain yang lebih tinggi. Perlakuan yang diterima TKI kita dibanyak negara sangat memprihatinkan, namun belum pernah ada ketegasan yang memang seharus bisa mencontoh dari Brasil dan Belanda ini.

Negara kita negara berdaulat, memiliki falsafah cinta perdamaian tapi lebih cinta kemerdekaan. Kemerdekaan saat ini adalah kedaulatan bukan semata-mata sama persis dengan masa lalu yang berarti mengusir penjajah. Kedaualat bangsa ini dironrong justru dari dalam terlebih dahulu baru negara lain melihat keadaan ini memanfaatkan situasi.

Bagian negara diambil dengan seenaknya, penyelundupan leluasa karena banyaknya jalur tikus, ataupun karena tikus-tikus yang mengawasi jalur resmi sehingga Indonesia menjadi pasar luar biasa besar perdagangan gelap terutama narkoba. Perlakuan anak bangsa di luar negeri yang lepas dari perhatian, ketika ada hukuman yang tidak setimpal pun takut0takut untuk bersikap.

Perilaku dari anak bangsa yang selalu melihat dengan kacamata hitam kebijakan pemerintah yang mirip berkaitan dengan penenggelaman kapal. Bagaimana berbagai isu dan wacana yang tidak menyemangati penghentian pencurian dan keterpihakan kepada masyarakat nelayan sendiri. berbagai dalih dan alibi dibuat untuk "membiarkan" pencuri itu berkeliaran. ini berkaitan dengan kedaulatan yang diinjak-injak dengan mengambil kekayaan kita, malah banyak pembela dari negara sendiri.

Kedaulatan negara di atas segalanya. Mari dukung pemerintah dengan kritis, bukan asal kebijakan didukung bak babi buta, atau juga disalahkan meskipun belum mengerti dengan baik apapu hasilnya.

Cinta damai bukan berarti membenarkan tindak ketidakadilan dan tekanan demi nama baik dan atas nama persaudaraan.

Salam Damai.....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline