Lihat ke Halaman Asli

Beringin dan WTC

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mimpi ini harus ditolak, tetapi – demi nasib rakyat miskin -- resikonya bisa diterima.

Mr. President tetap didampingi the first lady ketika berarak ke gedung dewan rakyat untuk menghadapi keputusan dewan berdasarkan hasil voting dalam sidang paling istimewa untuk menentukan apakah impeachment terhadap Mr. President diterima atau ditolak.

Hati rakyat berdebar-debar menyaksikan peristiwa dari layar kaca. Politisi tegang melobi sana-sini. Tak seorangpun tahu apa yang bakal terjadi.

Karno berbisik kepada putranya yang duduk di sampingnya: “Peristiwa sekarang ini bisa menentukan masa depan, lho!.” Tukang ojek yang terpaksa tidak menarik ojeknya hanya karena ingin melihat Mr. President, seorang jenderal purnawiraan yang harus diturunkan karena mau mengubah perjanjian dengan pihak asing. Ayah satu anak ini juga geram melihat gelagat para politisi dan cendekiawan dalam 48 jam belakangan ini.

“Orang-orang itu pinter bicara hanya untuk mencuci otak rakyat,” kata Karno. “Mereka hanya mengimpikan kesejahteraan keluarga dan golongannya sendiri. Dengan rasa malu yang sangat tipis, mereka tega lingkungan hidup dirusak, membiarkan warga asli punah, karena dengan kesombongan yang kental mereka menyerahkan semua sumber daya alam ke tangan orang asing,” tambahnya.

Kini Mr. President didudukkan di depan dewan untuk siap menghadapi nasibnya.

Proklamator

“Kami bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal mengenai perubahan perjanjian dengan pihak asing dan lain-lainnya akan diselenggarakan dalam waktu tidak lebih dari 48 jam. Jakarta, 17 Agustus 2012. Atas nama rakyat Indonesia, (ttd) Mr. President dan Mr. Vice President.”

Nasib Mr. President berada di ujung jarum setelah 48 jam teks ini dibaca.

10 Agustus 2012

Dalam pidato terakhirnya sepekan sebelumnya, Mr. President mengatakan: “Setelah 66+1 tahun merdeka dari penjajahan asing, sumber daya alam milik rakyat masih harus dimerdekakan dari tangan pihak asing. Semua perjanjian dengan pihak asing harus dibatalkan. Negara tropis di khatulistiwa ini harus hijau dan semakin hijau. Khatulistiwa merupakan garis khayal, tetapi negara dan rakyat di garis ini sangat nyata.”

Pernyataan ini mendapat reaksi keras dari para investor asing.

Karno, tukang mimpi

Berbisik kepada putranya, Karno mengatakan: “tadi malam, saya melihat Mr. President jadi pohon beringin. Batangnya tiba-tiba menjadi beton berkerangka baja. Ranting-rantingnya tetap saja kayu, tetapi daun-daunnya berguguran menjadi dolar.”

“Lalu … apa lagi?”

“Saya termasuk dalam ribuan orang miskin yang berlari memungut dolar, tetapi ketika hendak dipakai untuk membeli beras di pasar, tidak ada penjual yang mau terima! Terpaksa kami beli tiket penerbangan asing untuk berbelanja di New York.”

“Aneh mimpinya, pak!”

“Aneh sekali, nak! Tetapi kalau kita bisa berbelanja di luar negeri berarti kita punya harga, nilai, sumber daya, yang tidak dihormati di negeri sendiri, tetapi diterima di negeri asing. Apakah pohon beringin dengan batang beton berkerangka baja itu akan ditumbangkan oleh gergaji voting dewan terhormat?”

“WTC di New York aja bisa rata dengan tanah kok, masak pohon beringin aja kok tidak bisa…?”

“Lihat saja. Sekarang sedang voting. Jangan lupa, pohon beringin itu magis. WTC itu tidak! Beringin itu bertumbuh dari akarnya, bukan dari ranting-rantingnya.”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline