Artikulasi politik demokrasi di Papua cukup memprihatinkan. Politik mengalami perubahan nilai, terdegradasi menuju iklim hedonistik yang mengerikan. Pada konteks kultural, fenomena ini merubah fungsi politik dari yang sebelumnya sebagai instrumen organisasi budaya berubah menjadi sarana eksploitasi atas nama budaya.
Problematika ini tentu menggunjang peradaban masyarakat Papua. Politik seolah menjadi antitesis bagi konsep pembangungan ideal yang diharapkan oleh masyarakat Papua. Hingga pada gilirannya politik tidak lebih dari sekedar diskursus hegemonik yang membangkitkan delusi dan angan-angan semu masyarakat Papua.
Isu gratifikasi yang melibatkan Gubernur Provinsi Papua jadi salah satu indikator betapa politik demokrasi Papua megalami kemerosotan nilai. Indikator tersebut bahkan menyiratkan bahwa entitas dan identitas asli Gubernur Papua bukanlah penjamin terciptanya ruang demokrasi yang sehat dan adil.
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H