Lihat ke Halaman Asli

Mengenang Romo Mangun Melalui Bukunya

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin manusia berilmu tahu banyak dan mendalam tentang Semesta Raya dan Semesta Mini, tentang diri sendiri juga, lewat pengamatan eksakta dan logikanya yang merupakan anugerah Allah yang luar biasa, maka semakin takjublah dia dalam pengakuan dirinya sebagai mahluk yang semakin merasa kecil dan tidak tahu banyak. Manusia yang berilmu luas dan mendalam semakin rendah hati dan kehilangan kesombongannya dibanding dengan manusia tradisional yang merasa tahu segala-galanya.

Namun semakin beratlah tanggung jawabnya tentang pemahamannya mengenai diri sendiri ditengah semesta raya dan tentang pemahamannya mengenai Tuhan.

 

Tulisan dihalaman belakang buku "Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan"

[Renungan Filsafat Hidup Manusia Modern] inilah yang membuat aku langsung membelinya 11 tahun yang lalu di toko buku Gramedia Matraman. Buku ini hanya salah satu dari begitu banyak karya Romo Mangunwijaya yang berupa fiksi dan nonfiksi. Walaupun ini buku yang cukup serius, tapi kita selalu ingin tersenyum menikmati gaya Romo Mangun yang khas menyentil kefanatikan manusia. Membaca tulisan Romo Mangun selalu menyenangkan bagiku, karena selain ilmu yang didapat, juga kita dapat menikmati keindahan kata bercita rasa seni sastra.

 

Karangan-karangan di buku ini, pernah dimuat dalam harian Kompas. Pertamakali diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia (1987) dengan judul Putri Duyung yang Mendamba (sudah lama habis). Diterbitkan kembali oleh Penerbit Kanisius dengan tambahan esei-esei yang lebih baru sehingga jauh lebih lengkap dari yang terdahulu, dengan judul baru Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan pada tahun 1999 dalam rangka mengenang 100 hari meninggalnya Romo Mangun. Romo Mangunwijaya lahir di Ambarawa, Jawa Tengah, 6 Mei 1929 dan wafat “dalam tugas” dan dikelilingi oleh para sahabatnya dalam suatu seminar di Jakarta, 10 Februari 1999; dimakamkan di Seminari Tinggi Kentungan, Jl. Kaliurang, Yogyakarta.

 

Catatan-catatan kecil dalam buku ini ingin mengantar pembaca yang peka tanda-tanda zaman kedalam dunia manusia ilmiah modern tadi yang sedang bergulat berat dengan Tuhannya. Berat namun mulia karena segala yang mulia harus diperoleh dengan mahal. Dengan resiko diperolok-olok sebagai orang sekularistis bahkan kafir modern. Tetapi sebenarnya dia lebih berkesempatan bagus mendekat dengan Tuhan berkat kejujurannya, kecintaannya kepada kebenaran apapun, dan terutama karena sikapnya yang suka merendahkan hati dan merasa diri hanya tahu sangat sedikit ditengah Semesta begitu raya dan begitu dalam penuh misteri.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline