Apa yang terbersit dalam benak kita ketika dihadapkan dengan pertanyaan seperti pada judul tulisan ini. Akankah kita mengamini pernyataan dari pertanyaan ini dan mengakui dengan jujur bahwa memang bangsa kita, bangsa Indonesia tercinta ini memang sudah kehilangan identitasnya sebagai sebuah bangsa? Atau kita mempunyai argumen lain, dan tidak setuju dengan pernyataan dari judul tulisan ini? Kita tentu mempunyai jawaban dan argumen tersendiri sesuai dengan versi kita masing-masing.
Kita coba sekilas melihat arti kata identitas. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, Depdiknas, Jakarta, 2008), arti kata identitas itu adalah: ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda; jatidiri. Jadi jika mengacu pada pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa bangsa yang mempunyai identitas adalah bangsa yang mempunyai ciri khas dan jatidiri sendiri. Bangsa yang mempunyai identitas adalah bangsa yang bangga terhadap ciri khas dan jatidiri bangsanya karena ciri khas dan jatidiri itu tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain.
Masalah identitas inilah yang sekarang menjadi persoalan yang sangat serius di negara kita Indonesia tercinta ini. Saat ini, identitas bangsa kita semakin kabur, tidak jelas.Bangsa Indonesia yang seharusnya mempunyai ciri khas dan jatidiri sendiri, semakin lama semakin terkikis. Rakyat Indonesia seakan tidak bangga menjadi warga negara Indonesia dan mungkin menyesal kenapa dilahirkan di Indonesia. Mungkin untuk menyanyikan Lagu Indonesia Raya pun, bangsa ini malu dan enggan karena sudah tidak paham lagi apa makna dibalik lirik lagu kebangsaan tersebut.Kemudian (yang paling jelas kelihatan), segala hal yang berbau luar negeri langsung membuat bangsa ini terkesima, seakan-akan semua yang berbau luar negeri itu bagus dan kualitasnya lebih tinggi dari buatan dalam negeri. Inilah yang membuat negara ini semakin krisis identitas, karena bangsanya sendiri lebih suka menjadikan “hal-hal luar negeri” itu sebagai identitasnya sehari-hari. Dalam pemakaian produk-produk misalnya, bangsa ini pasti akan lebih senang kalau produk yang digunakannya berlabel merek luar negeri. Semua produk buatan dalam negeri dianggap sampah dan tidak bermutu. Akibatnya, ajakan untuk mencintai produk dalam negeri seperti yang digembar-gemborkan selama ini menjadi sia-sia. Jadi tidak heran kalau negeri ini menjadi serbuan invasi produk-produk asing/impor karena memang rakyatnya lebih menyukai produk-produk asing/impor daripada produk buatan dalam negeri. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa ketertarikan bangsa ini terhadap produk-produk luar negeri juga diakibatkan karena belum memadainya kualitas produk-produk yang dihasilkan oleh industri dalam negeri. Namun, bukan berarti hal itu lantas membuat kita men-judge bahwa dan men-generalisasikan bahwa semua produk buatan dalam negeri adalah sampah. Kita perlu memberi kesempatan kepada industri-industri dalam negeri agar menghasilkan produk-produk yang lebih berkualitas dan tidak kalah dengan produk-produk luar negeri sehingga lama-kelamaan akan mengubah mindset kita bahwa tidak selamanya produk buatan dalam negeri itu buruk.
Persoalan lain yang menyebabkan bangsa ini semakin krisis identitas adalah minimnya tokoh-tokoh yang bisa dijadikan teladan dan panutan di masa kini. Para pejabat publik dan elit politik yang seharusnya menjadi panutan dan teladan bisa dikatakan jauh panggang dari api. Tidak sedikit dari para pejabat publik dan elit politik yang bermoral bejat (walaupun ada beberapa yang patut diteladani dan dijadikan panutan). Para pejabat publik dan elit politik saat ini juga sedang dilanda euforia korup untuk memperkaya diri dengan uang haram dan tidak peduli dengan kondisi rakyat yang semakin melarat dan hidup dibawah garis kemiskinan. Jangan heran juga kalau negara kita masuk nominasi sepuluh besar negara terkorup di dunia. Sementara itu para wakil rakyat yang seharusnya menjalankan amanahnya sebagai perpanjangan tangan rakyat, untuk menyampaikan aspirasi rakyat, tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Bahkan tidak jarang, perilaku mereka juga kerap kali tidak mencerminkan seorang intelektual yang merepresentasikan rakyat banyak seperti adu jotos yang pernah beberapa kali terjadi. Mungkin karena para wakil rakyat itu juga sudah terpengaruh dengan krisis identitas yang melanda bangsa ini sehingga tidak mempunyai urat malu lagi untuk melakukan hal-hal yang seperti itu (adu jotos).
Akibat krisis identitas yang melanda bangsa ini, rakyatnya pun menjadi orang-orang yang rendah diri, latah akan hal-hal yang berbau luar negeri dan (sepertinya) malu dilahirkan dan menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Ditambah lagi minimnya teladan dari tokoh-tokoh (seperti pejabat publik dan elit politik) yang bisa memberikan dampak positif kepada bangsa ini sehingga semakin memperparah pengikisan identitas kita sebagai suatu bangsa. Sampai kapankah bangsa ini akan terus dilanda krisis identitas? Sampai semua kita menyadari bahwa Tuhan menciptakan setiap bangsa dengan keunikan, ciri khas dan jatidiri masing-masing, begitu juga dengan bangsa Indonesia. Kita harus menyadari bahwa bangsa kita mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Dengan menyadari hal tersebut, maka rasa inferior kita terhadap bangsa lain bisa kita hilangkan.
Kita tidak perlu malu dilahirkan sebagai orang Indonesia, justru kita harus bangga. Pengakuan dunia internasional akan batik Indonesia adalah salah satu contoh pengakuan dunia akan identitas bangsa kita. Begitu juga dengan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi Borobudur yang sampai sekarang proses pembangunannya masih menjadi misteri. Bukankah dua hal itu adalah bagian dari identitas kita sebagai bangsa Indonesia? Jangan lupakan juga tokoh-tokoh yang pernah membuat nama Indonesia harum dimata dunia baik dimasa lampau maupun dimasa sekarang ini dan masih banyak lagi hal-hal lainnya yang membuat harum identitas kita bangsa Indonesia. Jangan pernah malu lahir dan menjadi bagian dari bangsa Indonesia, justru banggalah karena kita mempunyai identitas yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Bravo Indonesia.
(Tulisan ini terinspirasi dari buku Demi Allah Demi Indonesia oleh Samuel Tumanggor)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI