Lihat ke Halaman Asli

Patut Anjarwati

Universitas Amikom Yogyakarta

Tantangan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Indonesia: Memahami Kendala dan Pilihan Masa Depan

Diperbarui: 27 Desember 2023   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia, seperti banyak negara lainnya, menghadapi tantangan yang kompleks dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Berbagai faktor teknis menjadi hambatan utama, termasuk kurangnya kelengkapan berkas penyelidikan dan alat bukti yang cukup. Kendala ini memperlambat proses penegakan hukum, terutama oleh lembaga seperti Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian. Kurangnya partisipasi masyarakat sipil juga menjadi salah satu tantangan signifikan. Gerakan masyarakat yang kurang kuat mengakibatkan minimnya tekanan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Penerjemah atau penyelidik yang tidak disumpah dan kerap digunakan sebagai alat politik oleh pejabat negara semakin mempersulit proses penyelesaian kasus.

Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana di Indonesia, terdapat kendala prinsipil substansil dan klasik. Asas legalitas yang menegaskan bahwa hukum tidak berlaku surut menjadi hambatan utama, membatasi kemampuan untuk menuntut tindak pidana masa lalu. Loopholes dalam peraturan perundang-undangan juga memberikan peluang penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum. Sebagai contoh, Tragedi Semanggi mencerminkan tantangan nyata. Meski sulit, ada peluang penyelesaian dengan mengajukan kasus Semanggi I ke pengadilan dan memanfaatkan asas "Nebis in Idem" untuk membawa kasus ini ke pengadilan HAM ad hoc. Upaya seperti Aksi Kamisan yang dilakukan oleh keluarga korban juga menjadi langkah penting untuk tidak melupakan masa lalu.

Secara umum, tantangan penegakan HAM di Indonesia tidak hanya bersifat teknis. Kesetaraan, kemanusiaan, keadilan, dan perlindungan kelompok minoritas merupakan isu umum yang terus menghadang. Kebebasan berekspresi, meskipun dijamin oleh konstitusi, juga menghadapi batasan yang perlu diatasi. Pentingnya penyelenggara negara menjadikan HAM sebagai dasar dalam program dan kebijakan pemerintah juga menjadi sorotan. Dalam periode tertentu, Komnas HAM menerima banyak pengaduan terutama terkait dengan Polisi, perusahaan/korporasi, dan pemerintah daerah. Ini mencerminkan rendahnya kepercayaan publik terhadap beberapa institusi.

Pemenuhan hak sipil dan politik juga menjadi perhatian, khususnya di Papua. Pembatasan kebebasan berekspresi, pembubaran kegiatan di Papua, dan kriminalisasi masih menjadi isu yang perlu diatasi. Perlindungan terhadap aktivis HAM juga menjadi sorotan penting, dengan Komnas HAM bekerja sama dengan lembaga lain untuk melindungi peran krusial mereka. Tantangan penegakan HAM di Indonesia tidak hanya berasal dari aspek teknis, tetapi juga dari masalah ideologis, ekonomi, dan budaya. Perbedaan ideologi sosialis dan liberalis menciptakan ketegangan dalam pandangan hak asasi manusia. Kondisi ekonomi masyarakat turut mempengaruhi penegakan HAM, sementara belum meratifikasinya instrumen hak asasi manusia internasional menjadi kendala teknis.

Tingkat kepercayaan publik yang rendah, kekerasan sistematis, diskriminasi, dan ketidakadilan masa lalu menjadi bagian dari lanskap yang kompleks. Masyarakat, media massa, dan aktivis HAM terus berjuang untuk menegakkan hak asasi manusia di tengah berbagai kendala ini. Sebagai pilihan penyelesaian, tiga model muncul: melupakan dan memaafkan, tidak melupakan dan tidak memaafkan dengan proses hukum, serta tidak melupakan tetapi kemudian memaafkan setelah menyampaikan kebenaran. Pilihan ini mencerminkan kompleksitas penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, dengan masing-masing model memiliki konsekuensi dan implikasi yang perlu dipertimbangkan secara matang.

Sebagai bangsa yang berkomitmen pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, Indonesia dihadapkan pada tugas berat untuk mengatasi tantangan ini. Perlu adanya koordinasi yang kuat antara pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat sipil untuk mencapai penyelesaian yang adil dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline