Lihat ke Halaman Asli

Sayap-sayap tanpa kita*

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_111718" align="alignright" width="300" caption="ilustrasi : google.com"][/caption] Ie...ie...ie bele wea seru molo mesa...a..a..a Ie...ie...ie bele wea seru molo mesa...a..a..a Seru kai nonge, nebu ola kobe one, ie nonge, ola baje wole..a..a..a.. Sepotong lirik lagu tradisional flores (flores island folksong) itu mengalun indah lewat Dira Sugandhi. Dengan suaranya yang khas- jazzy diiringi piano Dwiki Darmawan membuat diri terbawa nuansa. Saya terbawa harmoni lagu tradisional pulau flores itu. Dalam ketakmengertian lagu tersebut, saya kemudian bertanya pada teman yang berasal dari Flores-Nusa Tenggara Timur. Sedikit informasi tentang lagu itu, hanya mendapat beberapa informasi. tapi cukup membuat saya tau bahwa IE... adalah salah satu stradisi orang flores dalam memanggil burung-burung. Semacam panggilan ‘sahabat’ untuk kawanan burung. Lagu IE... hadir sebagai penanda kerinduan akan sayap-sayap yang merapat di ranting pohon, walau lagu itu jarang lagi terdengar sebab burung-burung di flores menjadi langka. Saya pun teringat tulisan Alan Weisman dalam bukunya the world without us (dunia tanpa kita). Pada bagian ‘sayap-sayap tanpa kita’ Weisman secara alegoris membawa pembaca pada kenyataan bahwa burung-burung (perlahan-lahan) menjelang kepunahan di belahan bumi akibat perubahan iklim dan aktifitas manusia.

“Dalam dunia tanpa manusia, apa yang akan tersisa untuk burung-burung ? apa yang akan tersisa dari burung-burung ? di antara lebih dari 10.000 spesias yang telah hidup bersama-sama dengan kita, dari kolibri dengan berat kurang dari uang logam paling murah hingga burung moa tak bersayap yang memiliki berat 270 kilogram, sekitar 130 telah menghilang.”

Menghilangnya beberapa spesies burung bukanlah tanpa sebab, konversi hutan menjadi tambang, gedung-gedung dan pembabatan liar membuat tidak ada tempat lagi yang nyaman buat burung-burung berkembang biak. Walaupun burung-burung menghabiskan sebagian besar waktu diudara dengan sayap-sayap yang anggun. Saya tidak tahu apakah masih ada tempat aman bagi mereka. Di sangkar mungkin masih bisa bahagia, tapi mereka lebih bahagia dengan habitat aslinya : alam bebas. Oh...lovely bird sing me a lovely song again Ie...ie...ie...la...la... *Judul dari bagian buku Alan Weisman, The World Without Us, (Gramedia, 2009)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline