Lihat ke Halaman Asli

Masyarakat Bertopeng Media Sosial

Diperbarui: 4 Oktober 2024   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mayarakat Bertopeng Media Sosial


Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan posmodern ini karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Perkembangan teknologi informasi bagaikan pisau bermata dua membawa sebuah perubahan dalam masyarakat dan merusak perubahan itu sendiri. Lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik budaya, etika dan norma yang ada. 

Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dengan berbagai kultur suku, ras dan agama yang beraneka ragam memiliki banyak sekali potensi perubahan sosial dengan penggunaan dari berbagai kalangan dan usia hampir semua masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan media sosial sebagai salah satu sarana guna memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik

Media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet, menimbulkan konflik, masalah privasi, rentan terhadap pengaruh buruk orang lain. Adanya media sosial telah mempengaruhi kehidupan sosial dalam masyarakat. 

Perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial dan segala bentuk perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial positif seperti kemudahan memperoleh dan menyampaikan informasi, memperoleh keuntungan secara sosial dan ekonomi. Sedangkan perubahan sosial yang cenderung negatif seperti munculnya kelompok-kelompok sosial yang mengatasnamakan agama, suku dan pola perilaku tertentu yang terkadang menyimpang dari norma--norma yang ada.

Media sosial selalu menyediakan segala informasi baik yang bersifat publik maupun bersifat privasi dengan memberikan kebebasan setiap individu untuk berinteraksi baik secara individu atau secara kelompok dalam memberikan informasi politik,usaha, nilai-nilai edukasi bahkan memberikan narasi atau video yang tidak berasaskan nilai dan norma dalam kehidupan masyarakat. 

Hadirnya media sosial seperti sebuah agama baru dalam masyarakat yang membombardir logika dalam memproduksi sebuah kebenaran dengan melihat realitas bahwa hampir semua kegiatan yang ada dalam media sosial dianggap benar sehingga dapat mempengaruhi pola serta prilaku setiap individu sampai pada masyarakat.

Dahulu interaksi individu dengan individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat terlihat secara langsung ketika bertinteraksi, namun pada era sekarang metode interaksi telah berpindah melalui media sosial dalam hal ini ketika dua orang hidup bersamaan dalam suatu komunitas jika salah satu teman ingin mengajak temannya ke tempat makan seringkali terlihat melalui chatingan di media sosial seperti melalui whatsapp, instagram. 

Kasus laiinya dapat diamati dari beberapa masalah yang selalu menjadi konsumsi masyarakat di ruang publik, betapa sedihnya media sosial sebagai rahim dan tempat tumbuhkan nilai-nilai kebencian, rasisme, saling sindir-menyindir untuk memojohkan satu dengan yang lainnya hingga sampai di bawa dalam rana hukum, sebenarnya bisa di selesaikan dengan metode kekeluargaann.

Media sosial telah mengantarkan individu menuju gerbong kehilangan nilai individu itu sendiri karena tampilan individu dalam setiap hari seringkali mempertontonkan bukan orizinal dari individu tersebut namun berusaha menjadi orang lain yang berpenampilan menarik, mempertontonkan material dengan menggunakan topeng media sosial demi menunjukkan simbol pengakuan dari publik yang pada akhirnya hanyalah sebuah ilusi belaka yang kehilangan makna dalam kehidupan. 

Apabila individu atau kelompok telah kehilangan eksistensinya akan mempegaruhi pola pikirnya dalam rasa kegelisahan karena tidak hidup tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan sehingga mengakibatkan tindakan-tindakan melanggar norma masyarakat, menjadi sumber dalam konflik, dan menimbulkan patologi sosial yang baru.

Dalam media sosial sulit untuk dibedakan antara gagasan orizinal dan plagiasi karena sekian banyak gagasan, informasi yang dituangkan dalam media sosial kerapkali menunjukan kesamaan dari rangkaian argumentasinya bahwa sampai pada substansinya. Ruang media sosial telah dikotori oleh gagasan-gagasan yang penuh dengan kepentingan pribadi, kelompok, golongan dan ideologi untuk menambah kekayaan, menghanturkan golongan laiinya, dan memperoleh kekuasaan dalam menaikan pamor sebagai eksistensi dalam kehidupan sehingga seringkali masyarakat dikagetkan dengan munculnya akun palsu yang ada bagaikan hantu tayangan di media sosial untuk menyerang individu golongan, etnis, agama, politik, idelogi yang berbeda dengan pilihan pemilik akun palsu tersebut, dalam ranah ini dilihat bahwa individu telah kehilangan eksistensinya sebagai pribadi yang nyata dan berani menunjukan eksistensinya menggunakan topeng di media sosial.

Selain akun palsu yang selalu bertebaran dalam wilayah media sosial, adapun akun-akun lainnya yang dikenal dengan bahasa milenial adalah buzzer yang dominan bergerak dalam segi politik untuk menyudutkan lawan politik dan ternyata ini merupakan fenomena global, hal ini terungkap dari hasil laporan Universitas of Oxford bertajuk " The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation". Buzzer bergerak dalam media sosial facebook, instagram, twitter, whatshap, untuk mempengaruhi oponi publik, mengarahkan pemikiran masyarakat, membentuk kebenaran sendiri agar menjatuhkan lawan politik yang dilakukan oleh parah politisi, partai serta kontraktor pribadi. 

Melihat dari setiap momentum pesta demokrasi yang dilaksanakan baik dari pemilihan kepala daerah, anggota legislatif, dan pertarungan dalam memperebutan kursi presiden selalu diwarnai dengan permainan buzzer yang memprovokasi dengan isu agama, etnis, budaya, HAM, untuk menjatuhkan lawan politiknya, setelah pertarungan selesai buzzer tetap bekerja dalam menutupi kebohongan dari kinerja pemerintah yang tidak tepat dijadikan menjadi semunya terbaik apa yang dilaksankan pemerintah serta sebaliknya juga begitu bagi buzzer beraada di pihak oposisi. Fenomena-fenomena tersebut seringkali menjadi keresahan pengguna media sosial karena kepentingan primordialisme dan instrumental lebih diprioritaskan dari pada kepentigan keharmonisan masyarakat secara universal dan ditakutkan dapat menimbulkan konflik horizontal bahkan vertikal sehingga potensi terjadinya disintegrasi bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline