Lihat ke Halaman Asli

Patrick Alexander Putra Cengga

Profesi saya adalah pelajar SMA di sebuah lembaga pendidikan calon imam katolik. Saya memiliki satu pencapaian, yaitu memperoleh predikat Magna Cumlaude dan juara satu di hati-Nya. Saya mengikuti organisasi OSIS sebagai pengurus Dewan Koordinasi Majalah (DKM) dan pernah menjabat sebagai Ceremonarius II OSIS Glacier.

Pengembangan Kapabilitas Dasar di Indonesia

Diperbarui: 18 Agustus 2022   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Belakangan ini, Indonesia semakin gencar membangun sistem pendidikan dalam negeri. Sistem pendidikan perlahan-lahan mulai dibenahi. Hal ini dimulai dengan penggantian UN (Ujian Nasional) menjadi (Asesmen Kompetensi Nasional). Lalu, muncul juga kebijakan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (MenDikBud), Nadiem Makarim terkait peluncuran kurikulum baru, yaitu kurikulum Merdeka. Kurikulum tersebut nantinya akan memberikan arahan pada siswa untuk memilih minat dan bakatnya sendiri. Selain itu, kurikulum baru ini juga memberikan tawaran yang amat menggiurkan bagi pengembangan diri setiap siswa, yaitu Project Based Learning. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan murid untuk dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajar. Namun kurikulum yang baik tentunya tidak akan cukup tanpa aspek-aspek kapabilitas dasar, seperti numerasi, literasi, dan moralitas.

Numerasi

Yang pertama, numerasi merupakan elemen kapabilitas dasar bagi keberfungsian pendidikan. Definisi dari literasi adalah kemampuan untuk berpikir secara logis-matematis dan memecahkan masalah matematis. Pendapat mengenai pentingnya numerasi semakin diperkuat dengan pernyataan Andreas Schleicher dari OECD (Organisatian for Economic Co-operation and Development. Beliau menyatakan bahwa numerasi merupakan penangkal angka pengangguran, penghasilan yang rendah, dan kesehatan yang buruk. Numerasi sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimanapun kehidupan manusia dipenuhi dengan numerasi. Buktinya, numerasi marak digunakan dalam hal perhitungan jual-beli yang sangat mendasar (tambah, kurang, kali, dan bagi). Bahkan, numerasi juga digunakan dalam model perhitungan yang lebih kompleks, seperti perhitungan bunga majemuk dan penyajian data dalam bentuk diagram atau grafik.

Maka dari itu, kapabilitas numerasi tidak dapat dianggap remeh. Bahkan, elemen numerasi juga diujikan di dalam tes PISA (Proggramme for International Student Assessment). Hal ini membuktikan bahwa numerasi juga dipertimbangkan dalam pengukuran keberhasilan pendidikan. Tolak ukur numerasi dalam tes PISA ialah kemampuan matematika. Kecerdasan logis-matematis menjadi pertimbangan yang amat berarti bagi tingkat skor sistem pendidikan. Di samping itu, kemampuan spasial juga patut dipertimbangkan dalam pengembangan numerasi. Sebab pengembangan kecerdasan spasial membantu siswa dalam memahami ruang dan simbol. Semua hal tadi perlu dipertimbangkan lebih baik dalam upaya pengembangan numerasi.

Namun pada kenyataannya, numerasi masih belum menjadi minat pembelajaran di sekolah-sekolah. Banyak siswa yang masih beranggapan bahwa numerasi adalah sesuatu hal yang tidak penting dan membosankan. Hal itu terlihat pada skor PISA Indonesia yang sangat rendah pada tahun 2018, yaitu pada posisi 73 dengan skor 379. Peringkat tersebut adalah posisi ketujuh dari bawah.

Fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa numerasi kini kurang diminati. Barangkali hal ini terjadi karena orang-orang sudah mulai melupakan esensi dari numerasi. Pembelajaran numerasi sebenarnya bermanfaat untuk menumbuhkan elan kreatif dan inovatif. Berdasarkan etimologi, kreatif berasal dari bahasa Inggris, yaitu to create yang artinya menciptakan. Maka dari

itu, kreatif berarti memiliki kapasitas untuk berkreasi atau menciptakan suatu gagasan baru. Sedangkan, inovatif berasal dari bahasa Latin, yaitu novus-i yang berarti baru. Oleh karena itu, inovatif berarti mampu memperbaharui suatu gagasan. Kedua kata sifat tadi memiliki pengertian yang berbeda sama sekali. Namun keduanya dapat mengalami perkembangan bila disatukan dengan pembelajaran numerasi. Perkembangan semacam itu bisa terjadi karena numerasi memang melatih kecepatan berpikir dalam penyelesaian masalah. Lalu, predikatnya sebagai ilmu pasti juga membuat setiap orang bebas menyelesaikan suatu problematika matematis dengan cara yang unik (inovatif dan kreatif). Seharusnya, kebebasan tersebut menjadi pemacu untuk terus belajar bernumerasi.

Seorang peneliti neurologi ternama, Profesor Ornstein, pernar meneliti perkembangan otak manusia. Berdasarkan penemuannya, beliau menyatakan bahwa terdapat 3R yang sangat penting dalam hal pengembangan diri. Ketiga “R” tersebut ialah reading (membaca), ‘riting (menulis), dan ‘rithmetic (ilmu hitung).

Literasi

Seperti yang telah disebutkan di atas, literasi adalah kemampuan untuk membaca dan menulis serta ketepatan penggunaan diksi. Kemampuan literasi ini sangat diperlukan karena bahasa lisan dan tertulis nampaknya telah menjadi bagian dari budaya manusia. Ditambah lagi dengan digitalisasi yang semakin memperluas penyebaran teks. Hal ini juga dipermudah dengan adanya gawai pribadi yang portable. Apalagi informasi yang kian banyak ini juga menuntut pemahaman luas karena semakin banyak berita bohong yang tersebar di dunia maya.

Hal ini sangatlah benar mengingat di negara-negara maju, literasi menjadi pemicu persaingan dalam pelbagai bidang. Singkatnya, semakin banyak pengetahuan seseorang maka semakin terbuka pula pikirannya. Oleh karena itu, gagasan-gagasan juga semakin berkembang. Sebagai warga Indonesia, kita patut membangun sebuah kebiasaan (habitus) membaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline