Lihat ke Halaman Asli

Patrick Valdano Sarwom

Mahasiswa ilmu komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" Yogyakarta

Sebagian Koruptor di Luar Sana Dulunya Mahasiswa

Diperbarui: 1 Mei 2024   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto : Kompas.id

Perguruan tinggi merupakan tempat untuk mengembangkan pengetahuan serta dialektika pemikiran yang progresif, tempat ini menjadi impian bagi sebagian besar siswa SMA/SMK yang ingin melanjutkan pendidikan ke bangku yang lebih tinggi lagi untuk menambahkan pengetahuan. 

Para pemuda yang ingin masuk dan berkuliah di beberapa kampus ternama, baik di dalam negeri maupun di luar negeri harus berlomba-lomba untuk belajar maupun kursus persiapan seleksi apalagi perguruan tinggi negeri (PTN) beragam seleksinya seperti: Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT), Seleksi Mandiri oleh PTN, ada juga yang menggunakan orang dalam (ORDAL) untuk memuluskan keinginan anaknya, saudara, maupun kerabatnya, dan seterusnya.

Para pemuda/i pada masa muda agak bergengsi kalau berkuliah di kampus-kampus yang bisa dikatakan (kampus dengan standar bahwa) sehingga berbagi cara mereka lakukan untuk bisa masuk di kampus bergengsi. Dari hal ini bisa dikaji bahwa sebenarnya bukan kampus yang besar atau mempunyai nama yang besar dapat membuat manusia/mahasiswa tersebut menjadi besar. Melainkan mahasiswa itu yang harus membesarkan kampusnya dengan pengetahuan yang ia miliki (Bukan bangunannya, melainkan manusianya yang besar).  

Masa muda adalah fase individu manusia berpindah dari masa remaja ke masa yang disebut keemasan. Mengapa disebut keemasan sebab pada masa tersebut manusia akan merasakan bahwa dirinya mempunyai kekuatan dan semangat yang kuat untuk melakukan berbagi hal. 

Menurut Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. (2024 : 1) mengatakan bahwa: Ada 10 Toxic Word salah satunya adalah Quarter Life Crisis dimana saat ini banyak anak muda mengalami early adulthood crisis, yaitu pada tahap dia mulai mencapai usia 18-25 tahun. Setelah itu, mereka mulai membandingkan diri dengan orang lain hingga mereka tak percaya dengan diri sendiri. Padahal, proses ini harus dihadapi, bukan dihindari.

Dari perkataan Prof. Rhenld ini membuka kabut kita tentang bagaimana anak muda merasa diri mereka tidak mampu, akibat dari perbandingan diri mereka dengan orang lain yang mungkin secara pemikiran berbeda yang mereka. Dari hal tersebut membuat mereka berbuat berbagicara untuk dapat masuk diberbagi perguruan tinggi ternama, sebab pemikiran mereka kalau masuk diperguruan tinggi ternama dengan berbagai cara salah satunya membayar orang dalam. Maka pada saat lulus bisa mendapatkan pekerjaan. Padahal belum tentu inilah yang bisa dikatakan awal mula korupsi mulai berpijak.

Sebagian koruptor di luar sana adalah sarjana berarti dulunya adalah mahasiswa, namun mahasiswa yang tidak mempunyai moralitas dan peduli dengan sesama. Penyakit korupsi bukan terjadi begitu saja namu ada sebab dan akibatnya. Beberapa mahasiswa yang masuk dalam organisasi baik internal kampus maupun eskternal kampus, ingin untuk menduduki kursi-kuris mahasiswa sehingga berbagi cara dilakukan. Contoh yang sangat klasik dalam kampus seorang senior yang ingin menguasai forum dan ingin didengar oleh mahasiswa baru akan membuat semua orang mendengarnya, kalau ada yang berbeda pendapat dengan ia pasti saja ia akan marah.

Pada saat pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Badan Legilatif Mahasiswa (BLM), Pemilihan ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), dan seterusnya ia akan bersuara untuk didengar, membuat strateginya yang kotor untuk dapat memenagkan forum agar tujuan ia tercapai yakni mendapatkan kursi. 

Jadi sebelumnya ia akan berbicara dengan beberapa anggota untuk mengatur jalannya forum seperti musyawarah tahunan, musyawarah besar, dan sebaginya. Ia akan berbicara untuk mengatur strategi agar siapa yang ia usung dapat dimenangkan sekalipun dengan cara yang salah yakni membesarkan suaranya, memukul meja, dan melempar kursi agar peserta sidang menjadi takut pada ia.

Pada saat kemenangan yang diperoleh dengan cara yang salah dan jatuh ditangan kelompoknya. Ia akan meminta kepada ketua atau presiden mahsiwa untuk memasukki orang-orang yang ia tunjuk dan mengatas namakan orgaanisasi yang mendulkungnya. Kadang juga ia memaasuki caranya ke dalam kursi pengurus inti. Inilah yang disebut korupsi tanpa uang namun semua dimulai dari cara dan niat yang salah. Kadang juga orang menyebut ini adalah oligarki yang dimana bentuk strukturnya mempunyai kekuasaaan atau amanat yang berada di tangan segelintir orang yang salah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline