Lihat ke Halaman Asli

Simon Morin

Politisi Indonesia dari Papua

Suatu Refleksi Singkat: 50 Tahun Freeport di Papua

Diperbarui: 9 April 2017   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

50 TAHUN FREEPORT DI PAPUA:

suatu refleksi singkat

Tanggal 7 April 2017, Freeport akan merayakan 50 tahun kehadirannya di Tanah Papua, Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat ini merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing pertama di Indonesia pada awal era Orde Baru berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Melalui undang-undang tersebut Pemerintah Orde Baru membuka pintu bagi masuknya modal asing ke Indonesia yang pada saat itu sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan nasional Indonesia.

Memahami karakteristik investasi di bidang pertambangan yang padat modal dan berjangka panjang, maka untuk membuat para investor merasa nyaman dan tertarik berinvestasi di Indonesia, pemerintah Orde Baru menerapkan pola kerjasama yang dikenal dengan Kontrak Karya, di mana perusahaan secara langsung melakukan kontrak dengan pemerintah/negara sebagai bentuk jaminan kepastian hukum dan kepastian berusaha jangka panjang. Pemerintah juga memberikan insentif lainnya seperti tax holiday dalam kurun waktu tertentu agar para investor tertarik untuk berinvestasi di wilayah-wilayah yang minim infrastuktur dan terpencil tetapi kaya akan sumber daya alam.

Mengapa Freeport memilih berinvestasi di Papua

PT Freeport Indonesia memilih berinvestasi di Irian Jaya (Papua-sekarang), khususnya di kawasan pegunungan tengah Papua yang berdempetan dengan Puncak Cartensz (Puncak Jaya–sekarang). Kawasan ini dipilih berdasarkan hasil expedisi Dr. Colijn pada tahun 1936 yang memuat laporan penemuan Ertsberg (Gunung Bijih) oleh Jean Jaques Dozy, seorang geolog perminyakan Belanda, dan salah satu anggota tim ekspedisi Dr.Colijn. Dozy menguraikan dalam laporan tersebut hasil temuannya di Ertsberg yang memiliki potensi kandungan mineral tembaga dan emas sebagaimana nampak secara kasat mata pada tebing-tebingnya yang berwarna hijau dan biru. Pada saat melihat Ertsberg Dozy mengatakan,”Saya menyadari tidak banyak yang dapat dilakukan orang karena tidak ada jalan, tidak ada pelabuhan dan juga tidak ada pabrik. Ertsberg bagaikan gunung emas di bulan.” Laporan tersebut sempat dipublikasikan oleh Universitas Leiden pada musim panas tahun 1939 sebelum tentara Jerman menyerbu dan menduduki Belanda pada awal Perang Dunia II. 

Beberapa copy dari laporan itu tersimpan di beberapa perpustakaan dan seakan terlupakan sampai tahun 1959 ketika Jan van Gruisen pimpinan Perusahaan tambang Belanda, Oost Borneo Maatshappij NV (OBM) yang mengoperasikan tambang batubara dan nikel di Kalimantan dan Sulawesi tertarik untuk melakukan studi kepustakaan guna mendapatkan informasi tentang hasil penyelidikan sebelumnya menyangkut potensi deposit mineral di Tanah Papua khususnya deposit nikel. Dari studi kepustakaan inilah ditemukan kembali laporan Jean Jaques Dozy tentang Grasberg yang sempat terlupakan selama kurang lebih 23 tahun. Sebenarnya van Gruisen tidak tertarik dengan laporan Dozy, tetapi karena biaya untuk memperoleh konsesi dari Pemerintah Belanda tidak mahal, maka van Gruisen mengajukan permohonan konsesi untuk OBM seluas sepuluh kali sepuluh kilometer persegi, tepat di tengah-tengah Ertsberg yang dipetakan Dozy. 

Ternyata OBM tidak memiliki dana cukup untuk melakukan eksplorasi maupun eksploitasi. Untunglah beberapa minggu setelah laporan Dozy ditemukan, sahabat lamanya Forbes Wilson, seorang geolog tambang dari Amerika Serikat yang bekerja pada perusahaan Freeport sedang berada di Eropa dalam rangka perjalanan bisnis dan menyempatkan waktu mengujungi sahabatnya Jan van Gruisen di Belanda. Persahabatan kedua geolog ini memang sudah lama terbangun sewaktu Wilson Forbes membantu van Gruisen dalam kegiatan eksplorasi Oost Borneo Maatschappij NV di Sulawesi untuk mengetahui potensi deposit nickel di wilayah itu. 

Dalam pertemuan tersebut van Gruisen menunjukkan beberapa halaman dari laporan Jean Jaques Dozy kepada Forbes Wilson dan meminta pendapatnya. Forbes langsung meresponse karena sebagai seorang geolog mineral, temuan Dozy sangat meyakinkan dirinya. Bahkan dalam bukunya “The Conquest of Copper Mountain” ia mengatakan, “bulu kudukku berdiri” karena begitu terkesan dengan kedahsyatan potensi tambang itu. Tanpa membuang waktu Wilson langsung menemui Dozy di Den Haag. Geolog Belanda ini meyakinkannya bahwa terdapat deposit tembaga dalam jumlah besar dengan kadar tinggi terhampar di permukaan di tengah rimba New Guinea (Papua sekarang).

Ekspedisi Wison Forbes menemukan kembali Grasberg

Setelah memperoleh penjelasan Dozy, Wilson bertekad“menemukan kembali Ertsberg walau harus mengorbankan nyawa sekali pun”dan segera mengirim telegram ke kantor Freeport di New York mengabarkan penemuan tersebut dan ia diberi dukungan dan wewenang menggunakan dana US$ 120,000,- (nilai sekarang diperkirakan sekitar US$ 1 juta lebih) untuk mengevaluasi dan mengambil sample batuan yang mengandung deposit di Ertsberg. Forbes Wilson bersama van Gruisen menandatangi suatu kontrak kerja-sama pada tanggal 1 Februari 1960 dan merencanakan bersama ekspedisi untuk menemukan kembali Ertsberg dan menguji kandungan deposit mineral tembaga yang terkandung di dalamnya. Seluruh proses persiapan sampai perlaksanaan ekspedisi berlangsung selama kurang lebih enam bulan untuk merekrut personnel ekspedisi dan merampungkan pengiriman logistik serta peralatan utama ekspedisi ke Biak (Papua) dan juga ke Kokonau dari Sorong. Forbes Wlison dan sahabatnya Jan Bouwenkamp, seorang engineer pertambangan Freeport, meninggalkan New York  pada tanggal 15 April via San Frasisco – Tokyo dan tiba di Biak pada tanggal 21 April untuk memulai ekspedisinya. Wilson dalam bukunya melukiskan betapa berat tantangan alam yang dihadapi timnya untuk menemukakan kembali Ertsberg. Dia memilih rute dari pantai selatan Papua yang sekarang sudah menjadi Kabupaten Mimika. Rute tersebut pernah ditempuh ekspedisi-ekspedisi sebelumnya yaitu ekspedisi A.F.R. Wollaston pada tahun 1912 yang gagal mencapai Cartens dan rute ekspedisi DR. Colijn-Dozy pada tahun 1936 yang mengantarnya menemukan Ertsberg dan sekaligus menaklukkan puncak Carstenz.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline