Lihat ke Halaman Asli

Kenangan Gempa 30 September 2009 - Takkan Terlupa

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal yang sama dengan hari ini , dua tahun lalu kenangan yang takkan pernah bisa aku lupakan. Keadaannya pun hampir sama. Aku sama-sama bersama-sama mama, tapi hari ini di tempat berbeda. Aku sedang menemani mama yang akan dioperasi esok hari. Sementara, 2 tahun lalu ... Aku pulang kantor lebih cepat dari biasanya karena papa dan mama ingin sekali bertemu sahabatku Bolly Asbon. Di rumah papa dan mama telah menunggu. Aku keluarkan mobil dari garasi menuju rumah Bolly yang hanya berjarak 10 menit perjalanan dari rumahku. Pertemuan singkat itu berlangsung penuh keakraban. Bolly yang tinggal di Malaysia hanya sesekali pulang. Mama terlihat senang sekali, maksud hatinya kesampaian bertemu Bolly di Padang. Kisahnya akan panjang bagaimana dua keluarga ini bisa bersahabat. Terimakasih kepada sohibku Pipin yang bikin ini terjadi, tentunya ini semua juga rencana Allah. Dalam perjalanan pulang, tepat di samping kantor DPRD Sumbar, mobil yang kukendarai oleng. Tiba-tiba melenceng ke kiri tak terkendali. Aku sangka ban bocor tapi kemudian oleng lagi ke kanan dan seperti didorong oleh sebuah tenaga yang super dahsyat. Tenaga apa yang bisa membanting mobil ini sedemikian ruap ?? Oh Allah! Hanya nama Allah yang bisa ku ucapkan. Papa menyangka kami ditrabrak dari belakang. Kami masih sibuk beropini dalam beberapa detik sampai akhirnya suara "brug!" yang kuat sekali mengejutkan. Ternyata sebagian atap gedung DPRD jatuh! Sedikit kesadaran menghampiri ketika selanjutnya aku melihat tiang listrik bergoyang seakan tak terbuat dari besi. Aku rem mobil dan kukendarai perlahan sambil mencari posisi aman. Aku tidak menepi ke kiri karena posisi mobilku sedang tanggung - di dekat lampu merah menuju roundabout. Posisi mobil berhenti persis di samping jalur hijau yang membelah jalan Khati Bsulaiman, sebuah jalan utama di kota Padang yang hanya berjarak 500 meter dari bibir pantai. Kami tidak keluar dari mobil. Di seberang jalan (sebelah kanan) persis di depan Auto 2000 aku melihat dua motor tergeletak di jalan dan penumpangnya berjongkok di pinggir jalan. Untuk sementara, kondisi masih terkendali, belum terlihat kepanikan. Getaran gempa berlangsung cukup lama karena aku segera mengeluarkan telepon genggam sejenak setelah mobil berhenti. Kira-kira dua menit hingga getaran tersebut menghilang. Situasi mulai tak terkendali. Semua kendaraan seperti memutar arah ke arah kanan roundabout karena memang itu jalur evakuasi untuk mencapai daerah yang diperkirakan aman - Jalan Gajah Mada atau Gunung Pangilun-. Mobilku masih berada di barisan ke 10 yang akan memutari lingkaran tugu Adipura itu. Sempat terjadi dialog dengan mama, apakah kami akan menjemput adik bungsuku yang tinggal di rumah dengan dua putrinya yang masih kecil: 2 tahun dan 1 tahun. Aku  : "Kita kemana ma ? Jemput Uul atau evakuasi ?" Mama : "Evakuasi saja. Uul kan sudah tahu rencana evakuasi kita." Subhanallah, mamaku yang biasanya sangat mencemaskan segala yang terkait dengan kesalamatan putra dan putrinya terlihat begitu tegar ketika berkata demikian. Biasanya aku pulang telat saja, telepon kantor pasti sudah berdering jika telepon genggam tidak aku angkat. Dengan lincah, aku belokkan mobil ke arah Gunung Pangilun, melewati jalan Jhoni Anwar. Kendaraan mulai ramai tapi tidak terjadi kemacetan berarti walau jalan mobil hanya berkisar 20 km/jam. Di sisi kiri jalan aku melihat orang berjalan kaki dengan tergesa-gesa. Aku hentikan mobil untuk mempersilakan beberapa orang yang sepertinya mahasiswi untuk ikut bersama. Wajah mereka penuh kecemasan. Dan benar saja mereka mahasiswi. [caption id="attachment_138437" align="aligncenter" width="501" caption="keadaan jalan Jhoni Anwar sesaat setelah gempa 7,9 SR terjadi"][/caption] Dalam situasi darurat begini, orang-orang tak lantas menjadi egois. Aku juga melihat sebuah mobil pick up mempersilakan beberapa anak SMA menaiki bak terbuka nya. Deg! Detak jantungku sedikit terhenti ketika melihat sebuah lembaga pendidikan hancur, rata jadi tanah. Sehebat itukah gempa yang terjadi barusan ? Ya, ini gempa terkuat yang aku rasakan selama aku hidup! Alhamdulillah, aku berhasil mencapai Jalan Khatib Sulaiman dalam waktu 20 menit - masih berada dalam golden time! Karena menurut para ahli, di Padang mungkin terjadi tsunami setelah gempa besar yang terjadi di laut. Gelombang pertama akan datang sekitar 20-30 menit setelah gempa terjadi. Aku cek telepon genggamku, tertera emergency use only di layar.  Takan ada sms yang  bisamasuk. Aku ingin tahu pusat gempa berasal darimana. Nihil! Aku hidupkan radio mobil karena biasanya dari RRI Padang akan ada pengumuman dari walikota tapi juga nihil!. Di jalan Gajah Mada, mobil tak bias ku gerakkan lagi. Jalan itu menjadi lapangan parkir terpanjang ku rasa saat itu. Sebagian orang mulai turun dari kendaraannya sekedar mengaso. Terdengar tangisan seorang ibu berasal dari mobil yang berhenti tepat di sebelah kanan mobil yang aku kendarai. Ternyata ibu itu memikirkan anaknya yang kuliah di Universitas Negeri Padang (UNP). Kampus itu hanya berjarak 300 meter dari pinggir pantai. Aku menghiburnya. Aku juga bilang bahwa kami meninggalkan adikku dengan putri-putrinya yang masih kecil. "Kita doakan saja mereka selamat bu. Allah Maha Baik. Keputusan yang ibu dan bapak ambil sudah benar. Di saat situasi seperti ini terjadi, selamatkan diri masing-masing. Jika nanti ibu berkumpul lagi dengan sang putri, jalan lupa bikin rencana evakuasi keluarga ya bu." Dalam kondisi daruratpun, aku masih bisa memberikan edukasi. Ah..... hatiku telah "terpasung" oleh arus pengurangan risiko bencana. Dalam situasi seperti ini, aku tanya mama. "Ma, kok mantap tidak mau balik ke rumah ?" Mama menjawab, "Kan kita sudah punya kesepakatan seperti itu. Uul (nama adikku) juga tahu apa yang harus dilakukannya dan kemana harus pergi. Kita tunggu saja di sana kalau memang tsunami terjadi. Sekarang kita cari tahu dulu apakah gempa ini menimbulkan tsunami." Radio masih hidup tapi tetap saja tak terdengar apapun. Baru 45 menit setelahnya terdengar suara walikota memberikan pengumuman dan itupun tidak pasti. Belum ada informasi apakah gempa tersebut menimbulkan tsunami atau tidak. Yang jelas terdengar "Yang sedang evakuasi silakan tetap berada di tempat. Jauhi pantai. Ikuti terus informasi." Dan entah di menit ke berapa setelah gempa, baru ada pengumuman bahwa gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Yang jelas, aku sampai kembali ke rumah pada pk. 21.30 WIB. Mulai dari proses evakuasi sampai akhirnya meninggalkan Jalan Gajah Mada, aku hanya melihat dua orang polisi mengatur lalu lintas. Selebihnya masyarakat yang melakukan dengan sukarela. Sesampai di rumah, adikku dan ponakan-ponakanku tidak ada di rumah. Kami tidak segera mencarinya karena kalau gempa tidak berpotensi tsunami, kesepakatannya adalah kami akan berkumpul kembali di rumah. Benar saja, adikku dan putri-putrinya berada di rumah tetangga. Malam itu dan lima hari selanjutnya kami lalui dengan kegelapan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline