Lihat ke Halaman Asli

SRI PATMI

Dari Bumi ke Langit

PPN 11% Sebenarnya Untuk Apa, Bagaimana Dampaknya dan Mengapa Naik ?

Diperbarui: 1 April 2022   05:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : merdeka.com

Mulai tanggal 1 April 2022 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan menjadi 11%. Hal tersebut tertuang dalam UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan yang disahkan 29 Oktober 2021. secara bertahap akan meningkat lagi sebesar 12% di Januari 2025.

Dampak Positif

  1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi
  2. mereformasi administrasi, konsolidasi perpajakan, perluasan basis perpajakan
  3. meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak
  4. mengoptimalkan penerimaan negara
  5. mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum

Dampak Negatif

  1. Menurunnya minat beli masyarakat sehingga mempengaruhi perputaran ekonomi secara global
  2. Kenaikan Harga karena adanya pertambahan pada harga barang dalam bentuk pajak. 
  3. Jika pelaku usaha tidak menghendaki harganya naik karena pertimbangan tertentu, berkurangnya margin keuntungan yang diperoleh pelaku usaha.

Narasi Naik 1%, Apakah Benar?

Jika ditelaah lebih dalam lagi, ternyata kenaikan bukan 1%. Simulasinya begini :

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yaitu Rp. 10.000.000

PPN 10% = 10% x Rp. 10.000.000 = Rp.1.000.000

PPN 11% = 11% x Rp. 10.000.000 = Rp. 1.100.000

Kenaikan = 100.000 : 1.000.000 x 100 = 10% dari tarif PPN 10%

Dalam simulasi tersebut jelas tergambar bahwa kenaikan secara transaksional adalah bukan 1% tetapi 10% dari tarif awal sebelumnya. Jadi, jangan terkecoh dengan narasi 1% yang terkesan kecil. Bayangkan saja jika transaksi nilai DPP 10 juta yang seharusnya 1 juta saja membayar PPN, ternyata naik 100ribu. Tentunya 10% dari nilai PPN 10% bukanlah hal yang sederhana dan murah bagi masyarakat. Inilah hal yang patut dipahami dalam system PPN yang nantinya akan dijalankan tanggal 1 April 2022.

Kenaikan Apakah Wajar?

Menurut Purwo Adi Nugroho, Founder of ATTAX Acoounting and Tax Consultant, kenaikan ini terbilang wajar dan cukup kompetitif jika dibandingkan negara lain. Tarif PPN global yaitu 15,4%, negara OECD sebesar 19% dan negara BRICS yaitu Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan sebesar 17%. Dari aspek daya beli masyarakat meningkat pada dua momentum yaitu lebaran dan natal. Perilaku konsumtif masyarakat menjelang Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru didukung karena kemampuan daya beli masyarakat yang meningkat dengan adanya pendapatan tambahan yaitu Tunjangan Hari Raya (THR) yang didapatkan setiap pegawai. THR biasanya dihabiskan dalam satu waktu, jarang sekali THR disimpan untuk kebutuhan jangka panjang. Hal ini menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat bertambah sehingga permintaan meningkat. Jika pemerintah ingin mendapatkan PPN masukan lebih besar dari momentum lebaran, hal ini kurang tepat apalagi saat ini kondisi ekonomi sedang dalam pemulihan dan bergeliat naik.

Ketimpangan Barang Kena Pajak Online dan Offline

Dengan berbagai kenaikan dan besaran PPN 11% maka akan muncul alternatif lain seperti beli barang secara online. Sejauh ini, PPN online tidak ditagihkan kepada konsumen. Benarkah demikian? PPN online sebenarnya dibayarkan oleh pihak pelaku usaha badan dalam bentuk Pajak yang digunggung. Sedangkan pelaku usaha non badan tidak membayarkan PPN. Inilah yang menjadi kesenjangan pelaku usaha badan dan para penjual online. Tentunya harga Offline dan Online akan berbeda, karena Offline masih dikenakan pajak sementara online tidak dikenakan PPN.

Barang dan Jasa Tidak Kena Pajak

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline