Tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui secara de facto dan de jure kedaulatan NKRI. Faktanya berbeda, Belanda masih saja mengakui Irian Barat sebagai wilayah kekuasaannya. Belanda masih terus berdalih dengan berbagai diplomasi yang telah dilakukan oleh Indonesia. Geram! Akhirnya Indonesia mulai angkat senjata mengerahkan kekuatan militer untuk merebut Irian Barat. Presiden Soekarno mengumandangkan pembebasan Irian Barat dalam wujud Tri Komando Rakyat (Trikora). Presiden Soekarno memborong alutsista besar-besaran ke Uni Sovyet : 41 helicopter MI-4, 9 helicopter MI-6, pesawat tempur 30 pesawat jet MIG-15, 49 MiG-17, 10 Pesawat MiG 19, 20 pesawat MiG-21. Pesawat pembom yang dibeli Indonesia pada masa itu adalah 22 Illyushin IL-28, 14 pesawat Tu-16, 12 pesawat Tu-16 Maritim. Saat ini, Indonesia tidak memiliki lagi jenis pesawat pembom seperti ini.
Infiltrasi RI Tjandrasa-408
Operasi infiltrasi melalui jalur laut dengan penguatan ALRI dengan KKS-15 atau Kesatuan Kapal Selam 15 yang resmi berpangkalan di Kupa-Kupa Halmahera Utara tanggal 1 Juli 1962. Tanggal 15 Agustus 1962 dibawah Komando Mayor Pelaut Mardiono tiba di Irian Barat untuk melaksanakan operasi Tjakra II. Kapal selam Tjandrasa mendaratkan Detasemen Pasukan Chusus (DPC) RPKAD.
Tanggal 20 Agustus 1962 pukul 22:00, Tjandrasa 408 tiba di sekitar perairan Teluk Tanah Merah (30 mil arah barat Hollandia). Setelah berhasil mendarat, muncul cahaya terang dari peluru suar di buritan kapal disusul sorotan lampu dari sebuah pesawat patroli maritim jenis Neptune milik Belanda.
Menyadari kondisi Tjandrasa 408 dalam bahaya dan sudah terdeteksi, Kapal Selam itu menyelam dengan cepat dan menjauh dari titik pendaratan. Keesokan harinya pukul 21:30 berjarak 2 mil dari pantai Tanah Merah Tim RPKAD berhasil menyusup ke Irian Barat dengan 3 perahu karet.
Si Bintang Sakti RI
Keppres RI No. 14 tanggal 29 Januari 1963 RI Tjandrasa-408 beserta 61 ABKnya dianugerahi bintang jasa tertinggi di Indonesia, yaitu Bintang Sakti oleh Presiden Soekarno. Dalam terminologi Angkatan Laut, jika kapal selam sudah terdeteksi oleh musuh, maka posisinya sudah terancam dan berbahaya. Pihak Belanda memprediksi Si Bintang Sakti akan kapok dan tidak kembali mendaratkan Tim RPKAD. Faktanya, Si Bintang Sakti kembali ke tempat sama dan berhasil mendaratkan Detasemen Tim RPKAD. Selain Si Bintang Sakti, 61 awak lainnya juga mendapatkan penghargaan yang sama.