"Mama Bilang Diam! Jangan Nangis!"
"Jangan Cengeng Jadi Anak!"
"Jangan Marah-Marah sama orang, enggak bagus!"
Ungkapan seperti ini sering terjadi didalam kehidupan sehari-hari. Seorang anak yang menangis kepada orang tua karena kesal, marah dan kecewa. Orang tua dengan segera menyuruh untuk diam. Seorang bos yang marah kepada bawahannya karena kinerja yang salah. Lalu ia pulang membawa kekesalannya dan melampiaskan kepada istri. Seorang ibu yang lelah bekerja, mengurus rumah tangga dan bertengkar dengan suami melampiaskan kemarahannya kepada anak. Dendam pada mertua lalu suami yang menerima pembalasannya. Itu semua bukan cerita dalam drama di layar kaca. Realita kehidupan ini tidak terlepas dari tubuh fisik dan batin yang kurang seimbang dalam menghadapi masalah. Lalu bagaimana menyeimbangkan keadaan tubuh fisik dan batin agar friksi dapat diminimalisasi?
Katarsis
Merupakan pelepasan emosi negatif dan keluh kesah akibat luka batin yang tersimpan serta terpendam. Kathoros berasal dari Bahasa Yunani yang berarti pembersihan dan pemurnian. Sigmund Freud menggambarkan kondisi seseorang melepaskan rasa sakit di masa lalu dengan cara mengartikulasikan segala sakit secara menyeluruh.
"The Stimulating Versus Cathartic Effect of a Vicarious Aggressive Activity" merupakan tulisan Sigmund Freud pada awal tahun 1960 sebagai penggambaran diri bahwa emosi yang tertahan bisa menyebabkan emosi yang berlebihan sehingga butuh media untuk menyalurkan emosi tersebut. Biasanya emosi yang tertahan ini akibat peristiwa dan pengalaman yang menyakitkan. Psikoanalisis Freud mengungkapkan bahwa manusia dipengaruhi oleh gerakan Eros dan Thanatos.
Eros adalah bersifat konstruktif atau membangun. Emosi bersifat sementara didalam diri, lalu bangkit menjadikan luka batin menjadi produktif
Thanatos bersifat destruktif atau merusak. Emosi yang bersifat agresif dan kecenderungan untuk menyerang, melakukan pertentangan dan perlawanan kepada orang lain. Apabila telah mereda emosi ini, suatu hari ia bertemu dengan orang yang pernah melukainya, naluri akan terangsang untuk berperilaku agresi dengan berbagai cara. Misal : tidak mau bertemu dengan dia, buang muka dan lain-lain.
Menjalani kehidupan ini, tentunya kita sering mengalami pergesekan dengan orang lain. Tersinggung akibat bercanda yang keterlaluan, marah akibat dibentak, kecewa ketika pasangan mendua, kecewa karena cinta bertepuk sebelah tangan dan masih banyak ungkapan rasa lain yang harus diluapkan keluar. Apakah marah-marah dan kecewa kepada orang lain itu wajar? Marah dan kecewanya wajar, tetapi orang lain yang menjadi pelampiasan ini bersifat ambigu dan kurang tepat.
Apa yang Terjadi Pada Tubuh Ketika Marah, Kecewa, Berduka, Kesal?
Analogi sederhana untuk menggambarkan tubuh fisik dan batin dalam kondisi seperti ini bagaikan menyimpan balon yang terus diisi air. Apabila sudah penuh, meluap dan tidak dapat menampung akan pecah. Kemungkinan yang terjadi ketika pecah kedalam atau pecah keluar. Jika pecah didalam, tentunya hal ini akan menjadi racun didalam diri. Luka batin ini akan tersimpan dan terpendam, memori akan merekam dan suatu saat akan recall (dipanggil kembali). Maksudnya recall adalah menimbulkan perasaan bersalah yang berkepanjangan. Pernah melihat seorang kakek/nenek yang sudah mulai terserang demensia? Tiba-tiba melihat cermin, menangis. Melihat anak kecil yang bermain, menangis. Luka batin yang belum sembuh tiba-tiba terbuka lagi mencuat keluar memfisik dalam bentuk ungkapan rasa marah, sedih dan kekecewaan tanpa sebab.