Lihat ke Halaman Asli

Menyuap Jin?

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepanjang perjalanan saya ke kantor, tak jarang 3-4 kali melewati perempatan yang ditaburi kembang setaman (ada juga yang menyebutnya kembang tujuh rupa). Komposisinya biasanya terdiri dari: Mawar, Melati, Pandan (diiris tipis), Kenanga, Cempaka, Bougenvil, dan Kamboja. Saya sempat berpikir: hari genee...percaya ginian? OMG!

Konon, syarat menabur kembang setaman itu adalah untuk memenuhi permintaan "sing mbaurekso" atau penunggu (baca: jin) suatu kawasan yang merasa terganggu dengan ulah seseorang. Ada kalanya, untuk membalas gangguan tersebut, "sing mbaurekso" menghadiahi penyakit-penyakit yang secara medis terbilang "aneh". Nah, melalui perantara orang pintar/dukun, barulah diketahui syarat apa yang diminta oleh penunggu tersebut supaya ia berhenti mengganggu seseorang.

Peristiwa gangguan makhluk halus juga pernah menimpa salah seorang adik saya. Kala itu, ia usai bermain bola volli di lapangan desa. Tidak ada yang aneh atau berbeda ketika ia dalam perjalanan pulang. Pun, hari masih senja  (hampir Maghrib). Tak dinyana, keesokan harinya, ia menemukan benjolan sebesar telor puyuh di pantatnya. Mengira itu hanya bisul biasa, adik saya mengobatinya dengan salep yang dijual bebas di pasaran. Ditunggu selama dua hari, belum ada perubahan, malah besar si bisul makin menjadi. Praktis aktivitas hariannya terganggu. Ia hanya bisa berbaring di tempat tidur. Jangankan duduk, berdiri saja sudah tak kuat menahan sakit. Tidurpun sambil tengkurap. Tak terbayang penderitaannya saat itu. Periksa ke dokter sudah lebih dari dua kali dalam rentang seminggu.

Melihat keanehan penyakit adik saya tersebut, ayah memutuskan untuk mendatangi orang pintar. Selanjutnya, bisa ditebak. Bisul di pantat adik saya disebabkan oleh cubitan jin yang tidak terima karena anaknya tertabrak oleh adik saya ketika ia pulang bermain bola volli. Mendengar berita tersebut via telpon, tak urung tawa saya meledak! hahahah.... ada-ada saja! di insisi saja tuh bisul, beres toh? begitu sanggah saya kepada ayah. Tetapi, kata ayah, menurut orang pintar tersebut, walau di operasi (ayah saya menyebut insisi dengan operasi), bisulnya akan tumbuh kembali jika permintaan/syarat dari si jin tidak dipenuhi. Mau tahu syaratnya?

Ternyata, selain kembang setaman (entah menu ini seakan menjadi syarat wajib bagi para jin), si jin juga meminta  sebatang rokok kretek, kelapa, kue cucur, ketan, menyan, dan entah apa lagi... (lupa)! Untung gak minta gadget terbaru, pulsa 100 ribu, atau dibuatkan akun di facebook! hahaha.... rupanya si jin masih tergolong tradisional. Orang tua saya memutuskan untuk memenuhi syarat yang diminta oleh si jin, dan.... keesokan harinya si bisul mulai kempes, dan kurang lebih tiga hari sesudahnya, adik saya sembuh total.

Sebagian orang (bisa jadi juga saya), mungkin menganggap apa yang dilakukan oleh orang tua saya dan kebanyakan orang yang melakukan ritual sajen kembang setaman, sebagai perbuatan syirik, menyekutukan Tuhan! Sebagaimana yang pernah saya baca di buku-buku atau dengar di pengajian. Benarkah demikian?

Merasa penasaran, saya mencoba bertanya kepada seseorang yang saya anggap pintar, walau ia non muslim, namun pandangannya universal. Mungkin tidak tepat jika saya bertanya kepadanya, toh ia bukanlah pakar di bidang per-jin-an, namun untuk sekedar tambah wacana, tidak masalah bukan?

Lalu, apa jawabnya? Menurutnya, memberi sajen kepada makhluk halus adalah suatu bentuk negosiasi lazim sebagaimana yang kita lakukan untuk menghindari kedzaliman dari "pejabat negara" yang terbiasa melakukan "pungli".  Sesungguhnya, kita hidup di dunia ini berdampingan dengan para makhluk halus, hanya beda dimensi. Mereka bisa melihat kita, tetapi hanya orang-orang tertentu dengan kepekaan yang tinggi yang bisa berinteraksi dan melihat mereka. Nah, sebagaimana "pejabat negara" yang membutuhkan uang pelicin, begitu pun para jin. Ini adalah bentuk traksaksi bukan kemusyrikan. Untuk memperoleh sesuatu, wajar jika kita memberikan sesuatu. Demikian uraian dari orang yang saya minta pendapatnya tersebut.

Waah.....jadi memberi sesajen itu sama dengan menyuap, dong? Begitu pikir saya waktu itu. Kemudian muncul tanya pula dalam benak saya, boleh nggak ya menyuap jin? Lalu saya memperoleh artikel menarik ini di: http://pengusahamuslim.com/suap-yang-halal-1362. Apakah konteks yang diulas dalam artikel tersebut sesuai jika diterapkan untuk pemberian sajen, silahkan ditentukan oleh masing-masing pembaca. Karena, saya pun masih bingung.....! Walau, bertransaksi dengan makhluk halus (jin, setan, pocong, kuntilanak, genderuwo, dan "KRONI"nya), belum terlintas di benak saya.

Mohon pencerahannya.....

Terima kasih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline