Lihat ke Halaman Asli

Menyiasati Bonus Demografi Indonesia Tahun 2020-2030

Diperbarui: 4 April 2017   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image by google.com

Bonus demografi (demographic bonus,demographic devidend) sepintas mempunyai makna positif. Awam segera menilai karena ada kata "bonus" dan "devidend". Padahal tidak demikian. Bonus demografi selain memberikan peluang positif, juga terdapat ancaman serius bagi suatu negara. Sederhananya, pengertian bonus demografi itu sendiri adalah ledakan penduduk usia produktif (usia 15 - 65 tahun). Terkhusus Indonesia, kita diprediksi akan mendapatkan bonus demografi dalam rentang tahun 2020 - 2030. Di mana asumsi jumlah produktif berkisar 70 persen dibandingkan kelompok lainnya. Untuk diketahui, hari ini saja, usia produktif kita sudah melebihi 50 persen dari total penduduk.

United Nation of Population Fund (UNFPA) menegaskan bahwa jika demographic devidend ini dapat dimanfaatkan maka akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, dengan kata lain berpengaruh positif terhadap pengurangan angka kemiskinan. Namun, jika tidak dipersiapkan, maka bencana sosial yang akan terjadi pada negara-negara yang mengalami ledakan populasi usia produktif ini. Hal senada disampaikan juga oleh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam menyikapi laju pertumbuhan penduduk yang setiap tahunnya sama dengan jumlah penduduk Singapura, yaitu 4,5 juta jiwa (dapat dilihat di sini). Menurut Surya Chandra Surapaty, angka laju pertumbuhan penduduk masih tinggi, yang seharusnya bisa ditekan ke angka 1,1 agar kualitas hidup dapat diselaraskan.

image by google.com

Bonus Demografi, Mengapa menguntungkan ?

Argumentasi sederhana adalah dengan tingginya usia produktif maka ekonomi suatu negara seharusnya terdampak positif akibat aktivitas konsumsi dan produksi yang terjadi. Dengan banyaknya usia produktif, tersedia angkatan kerja yang cukup untuk mendukung industrialisasi. Dengan adanya usia produktif, terdapat kesempatan perputaran uang baik lewat investasi maupun transaksi lainnya lebih besar. Sebagai contoh, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk dalam 3 terbaik di dunia. Setidaknya ini yang dikatakan oleh Menteri Keuangan kita, Sri Mulyani (dapat di lihat di sini). Data yang ada menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai lebih dari 50 persen usia produktif pada 2010 (dapat di lihat di sini). Dengan kata lain, ada korelasi positif antara jumlah penduduk dengan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. 

 

Lalu, Mengapa Juga Mengancam ?

mari kita bayangkan, bagaimana ketika usia produktif yang tersedia ternyata tidak produktif karena daya saing ? Masih segar ingatan kita soal pasar bebas. Sebagai contoh, akibat dibukanya keran masyarakat ekonomi asia (MEA), Indonesia didatangi tidak kurang dari 25 ribu pekerja asing selama Januari 2015 (data dapat di lihat di sini). 

Sementara itu, angka pengangguran terbuka selama Agustus 2015 juga termasuk tinggi, yaitu 7,56 juta orang. Belum lagi perjanjian lainnya diberlakukan seperti Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) dan Trans-Pacific Partnership (TPP). Di sisi lain, masih ada sekitar 28 juta rakyat Indonesia terjebak di bawah garis kemiskinan. Kita perlu sangat hati-hati dan bijaksana memandang bonus demografi.

 

Lantas, Apa Sikap Kita ?

Tak perlu takut untuk menghadapi bonus demografi ini. Pemerintah sebenarnya sudah cukup lama memantau isu ini serta terus mempersiapkan dengan matang langkah-langkah yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah maupun jangka panjang (RPJM dan RPJP). Setidaknya kita bisa memantau langkah-langkah Pemerintah lewat kebijakan di sektor kesehatan publik, keluarga berencana, pendidikan serta kebijakan ekonomi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline