Lihat ke Halaman Asli

Dekai, Kota di Tengah Belantara yang Menggeliat

Diperbarui: 23 April 2016   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok. Pribadi"][/caption]Berada di dataran rendah dan lebih mudah diakses sangat mendukung pertumbuhan kota ini. Boleh jadi di masa mendatang, Dekai akan menjadi pusat perekonomian baru di wilayah pegunungan Papua.

Wifi Gratis. Tulisan di atas sticker itu tertempel pada sebuah pilar di bagian tengah ruang tunggu bandar udara Nop Goliat Dekai, kabupaten Yahukimo. Iseng-iseng, dengan handphone, saya pun mencoba sambungan dengan signal wifi tadi. Dalam beberapa kali percobaan, selalu gagal.

Tidak hanya di areal bandara, signal wifi juga bayak ditemui dalam kota Dekai. Ada yang pakai pengaman, ada yang tidak. Semua tak bisa diakses, kualitas jaringan belum memadai.

Bagi yang datang dari perkotaan, dan terbiasa dengan akses internet yang cepat, keadaan seperti ini pasti tak menyenangkan.

Lain lagi bagiku. Ini justru melebihi ekspektasiku.  Ini sebuah lompatan besar bagi kota ini. Untuk itu, saya punya standar sendiri. April tahun ini, adalah kunjungan keduaku di kota Dekai, kabupaten Yahukimo.

Sejatinya, Dekai bukanlah ibu kota Yahukimo. Sejak semula, disebutkan jika ibukota Yahukimo ada di Sumohai. Nama Yahukimo sendiri merupakan perpaduan dari lima nama suku besar; Yali, Hubla, Kimyal dan Momuna baru diresmikan sebagai daerah otonomi baru sejak 2003. Yahukimo dimekarkan dari kabupaten induknya Jayawijaya.

Pertama kali menginjakkan kaki di sini sekitaran tahun 2009. Itu artinya, ketika itu, kabupaten Yahukimo belumlah genap berumur 10 tahun. Kala itu, tak usah bermimpi dengan jaringan internet, untuk sekadar komunikasi lewat telepon seluler saja masih sulit. Signal adalah barang langka ketika itu. Hanya bisa ditemui di titik-titik tertentu, termasuk di sekitaran kantor pemerintah daerah lama. Praktis, short message service (sms) jadi pilihan.

[caption caption="Dok. Pribadi"]

[/caption]Nah, dengan keberadaan wifi ini saya anggap perlambang kemajuan. Sungguh, kota ini sedang menggeliat. Secara kasat mata, Dekai sedang tumbuh sebagai salah satu pusat perekonomian di pegunungan Papua. Ruko-ruko berdiri, ramai aktivitas jual beli di pasar, usaha bengkel, penginapan, rumah makan menjamur.

Letak geografis kota Dekai yang berada di dataran rendah, dialiri sungai, dengan kondisi tanah rata adalah sebuah karunia tersendiri. Tak seperti kebanyakan distrik lain yang hanya bisa dijangkau dengan jalur udara, kota ini relatif lebih gampang. Ada dua pilihan; lewat udara atau sungai.

Dari Sentani Jayapura, perjalanan dengan pesawat ditempuh kurang lebih 50 menit. Harga tiket yang disubsidi pemerintah daerah di kisaran satu juta rupiah.

Normalnya, setiap hari, jika tak terganggu cuaca buruk, pesawat jenis ATR-72 mendarat tiga kali di Bandara Nop Goliat yang punya panjang run way 1.750 meter, dengan lebar  30 meter. Belum lagi pesawat kargo yang membawa aneka barang kebutuhan dari Sentani Jayapura. Ada pula angkutan pesawat berbadan kecil dari distrik-distrik maupun kabupaten tetangga seperti Jayawijaya, Asmat dan lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline