Dalam perjalanan menuju suatu tempat, sebuah mobil besar dan mewah berjalan terseok-seok dijalan berlumpur yang dihiasi lubang-lubang besar agak dalam.
Mobil tersebut dikemudikan sopir dengan perawakan tinggi besar,gagah, berkulit putih dengan penampilan layaknya bukan sopir. Dia dibantu beberapa kondektur dengan tipikal bermacam-macam. Ada yang asik ngobrol dengan penumpang, ada yang ngorok terlelap, ada yang tinggi ada yang pendek, ada yang berkulit hitam ada yang agak pucat, ada yang sedang gelisah ada yang senyam senyum mengumbar taring.
Rupa-rupa kondektur tersebut rupanya tidak lepas dari obrolan penumpang yang cukup banyak saat itu, jumlah yang tertulis di manifes mencapai 250 juta penumpang, belum termasuk anak-anak, jompo dan gelandangan yang sedang sekarat meregang nyawa. Belum pula termasuk binatang piaraan penumpang yang dibawa serta dalam perjalanan menuju suatu tempat.
Sesekali sopir itu bersiul-siul, sesekali pula bersenandung lagu-lagu yang menyakitkan telinga penumpang. Suaranya tidak semerdu parasnya!
Kecepatan mobil tiba-tida berkurang, para penumpang tampak gelisah. Kondisi jalan berlubang membuat para penumpang gerah, ada yang mabuk, ada yang muntah, ada pula yang loncat dari jendela mobil.
Cuaca saat itu memang tidak mendukung untuk sebuah perjalanan jauh.
Tiba-tiba salah satu kru kondektur mendekat ke arahku.
Turun dimana? tanya kondektur.
Lha mobil ini tujuan mana? aku balas bertanya.
Belum sempat kondektur itu bicara, tiba-tiba terdengar suara letusan keras dan nyaring memekikkan telinga. Bersamaan dengan itu kondisi mobil oleng tidak karuan, para penumpang histeris. Anehnya tak satupun para kru kondektur berinisiatif menenangkan para penumpang.
Ah ternyata salah satu ban mobil gembos. Untung saja mobil tidak terguling! gumam ku dan para penumpang.