Penduduk jaman penjajahan sudah kebal dengan penyiksaan, perlakuan tidak senonoh bahkan kehilangan nyawa adalah hal yang lumrah terjadi.
Sungguh sebuah jaman yang edan, rakyat tidak berdaya dan hanya bisa pasrah sambil tetap setia melakukan aktifitas mereka sehari-hari.
Suatu hari, pasukan penjajah melakukan pengawasan ketat di sebuah kampung perbatasan menuju sebuah pasar yang cukup ramai.
Selain ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai penjuru, pasar tersebut sering menjadi tempat pertemuan para pejuang-pejuang.
Pemandangan saat itu tidak seperti biasanya, pasukan penjajah berseragam lengkap senjata dengan bayonet runcing di ujungnya membuat lutut para pribumi bergetar.
Semua penduduk yang hendak menuju pasar maupun keluar tidak luput dari pemeriksaan. Terutama di kampung perbatasan penjagaan terlihat ketat sekali. Barang bawaan diperiksa satu persatu, sesekali tampak tendangan bahkan pantat senjata mendarat di punggung para pribumi...
Beberapa hari melakukan penyisiran, mereka tidak mendapatkan buruan mereka bahkan informasi tentang buruan mereka tertutup rapat di hati para pribumi.
Merasa kesal dengan hasil yang diperoleh, para penjajah mulai meningkatkan kekerasan, interogasi yang lebih sadis.
Dan suatu ketika iring-iringan pedagang buah sedang menuju pasar dan melewati pos penjagaan.
Hei... pak tua! keranjang itu isinya apa?
Eee... anu... tuan, eee... anu... ayo cepat jawab! kalau tidak kutembak kamu!
ampun tuan... ini buah duuukuuu... jawab pak tua dengan ketakutan,
apakah kamu pernah melihat orang ini! sambil menunjukkan gambar wajah pribumi yang sering melakukan perampokan serta pembunuhan terhadap penjajah...
Ti.. ti..dak tuuuuan...