Lihat ke Halaman Asli

Pidana Mati bagi Koruptor Bantuan Sosial Covid-19

Diperbarui: 16 Juni 2020   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan Pandemi Covid-19 yang telah menghilangkan banyak korban jiwa serta membuat krisis dibeberapa sektor, mendapat respon dari pemerintah dengan penetapan Covid-19 sebagai bencana nasional. Penetapan itu dinyatakan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional.

Kelumpuhan sektor Perekonomian selama pandemi ini, membuat sebagian masyarakat kehilangan pekerjaannya sehingga dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya sehari-hari masyarakat mengalami kesulitan. Oleh karena itu pemerintah mengambil kebijakan dengan memberikan stimulus ekonomi secara besar-besaran kepada masyarakat.

Pada saat ini pelaksanaan bantuan sosial dari pemerintah marak dilakukan ditengah masyarakat baik itu dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah, yang sumber dananya bersumber dari APBN dan APBD hasil dari realokasi anggaran.

Diketahui, pemerintah mengucurkan dana stimulus sebesar Rp 405,1 triliun pada APBN Tahun 2020 dalam rangka penanganan virus corona (Covid-19) di Tanah Air. Presiden Jokowi mengungkapkan dana Rp 405,1 triliun akan dialokasikan untuk belanja bidang kesehatan sebesar Rp 75 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat Rp 70,1 triliun, serta pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya terutama Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) senilai Rp 150 triliun.

Di Provinsi Sulawesi Utara sendiri dilansir dari kompas.id alokasi anggaran dari pemerintah untuk menangani Covid-19 mencapai Rp 414,4 miliar, berasal dari realokasikan anggaran Rp 96 miliar dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan ditambah dengan anggaran dari 15 kota dan kabupaten.

Jumlah anggaran yang sangat besar tersebut menjadi perhatian publik dalam penggunaannya apalagi jika terjadi penyelewengan, ketakutan akan penyelewengan anggaran Negara tersebut berdasar pada kejahatan pratik rasuah yang masih marak terjadi di Indonesia saat ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas menyampaikan ancaman kepada para pihak berani melakukan penyelewengan dana penanggulan pandemi Covid-19. Lembaga Antikorupsi tak segan menuntut pencuri uang untuk bencana tersebut dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penerapan Pidana Mati Bagi Koruptor Dana Bencana

Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagai negara hukum seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) maka sudah pasti hukumlah yang menjadi panglima tertinggi.

Sebagai sebuah negara hukum, maka hukum harus dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem. Sebagai sebuah sistem, hukum terdiri dari elemen-elemen: (1) kelembagaan (institutional), (2) kaedah aturan (instrumental), (3) perilaku para subjek hukum yang menyandang hak dan kewajiban yang ditentukan oleh norma aturan itu (elemen subjektif dan cultural). Ketiga elemen sistem hukum tersebut mencakup (a) kegiatan pembuatan hukum (law making), (b) kegiatan pelaksanaan hukum atau penerapan hukum (law administrating), dan (c) kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum (law adjudicating) atau yang biasa disebut dengan penegakan hukum dalam arti sempit (law enforcement). (Jimly Asshiddiqie 2015:18)

Dalam hukum positif indonesia (ius constitutum) masih mengenal jenis pemidanaan hukum mati. Seperti dalam  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline