Lihat ke Halaman Asli

Implementasi Negara Hukum Yang Demokratis (Democratische Rechtsstaat)

Diperbarui: 16 Juni 2020   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945 selain menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum, menyatakan pula bahwa indonesia adalah negara yang menganut sistem politik yang berlandaskan asas demokrasi. sehingga penyelengaraan Negara hukum seyogyanya harus bersifat demokratis sebaliknya dalam penyelengaraan kehidupan yang demokratis harus berdasarkan atas hukum sebagai pedoman.

Terdapat korelasi yang jelas antara hukum, yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Korelasi ini tampak dari kemunculan istilah demokrasi konstitusional. Dalam sistem demokrasi, partisipasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini. Dengan kata lain negara hukum harus ditopang dengan sistem demokrasi, demokrasi tampa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tampa demokrasi akan kehilangan makna.

Sejalan dengan uraian Prof.Mahfud MD dalam bukunya "Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi" yang mengulas bahwa demokrasi sebagai suatu sistem politik sangat erat sekali hubungannya dengan hukum. Demokrasi tanpa hukum tidak akan terbangun dengan baik, bahkan mungkin menimbulkan anarki, sebaliknya hukum tanpa sistem politik yang demokratis hanya akan menjadi hukum yang elitis dan represif.

Pokok-pokok pikiran diatas dapat kita tinjau pada praktik penyelengaraan Negara saat ini, di mana penguasa marak menggunakan instrumen hukum untuk mencapai visi-visi elit tertentu sehingga mencerminkan perilaku-perilaku yang oligarkis bukan demokratis.
Dapat kita lihat dalam perumusan dan pemberlakuan undang-undang mineral dan batubara beberapa waktu lalu oleh DPR RI, proses perumusannya yang dinilai tidak mematuhi norma yang ada dalam UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana tidak memenuhi kriteria carry over sesuai Pasal 71A, serta proses pembentukan UU tersebut tidak memenuhi asas keterbukaan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011.

Pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan partisipasi publik dan stakeholder secara luas, termasuk pemerintah daerah dan BUMN. Hal ini jelas melanggar asas keterbukaan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan bersifat transparan dan terbuka
Selain cacat prosedural, substansi yang ada dalam Undang-Undang Minerba tersebut dinilai tidak pro rakyat kecil karna terlihat lebih melindungi kepentingan-kepentingan kaum kapitalis yang secara tidak langsung melanggar hak-hak masyarakat kecil.

Dapat dilihat substansi RUU Minerba mengabaikan ideologi sumber daya alam sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Dalam Pasal 169A UU Minerba diatur mengenai ketentuan perpanjangan perusahaan pemegang kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan batubara (PKP2B) dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa adanya pemberian prioritas kepada BUMN dan BUMD untuk mengusahakannya. Ketidakberpihakan pemerintah dan DPR dalam UU Minerba merupakan bentuk kezaliman negara terhadap perusahaan negara yang dimiliki negara itu sendiri, kecuali bila pengendali negara telah tersendera karena adanya konflik kepentingan dengan usaha-usahanya atau kelompoknya.

Praktik politik hukum dalam undang-undang minerba tersebut menunjukan bahwa Negara tidak mengimplementasikan ciri khas negara hukum yang demokratis sebagai suatu cita yang diideal dalam Negara hukum, produk hukum tersebut seharusnya menjadi instrumen negara dalam melindungi hak konstitusional warga negara bukan sebaliknya.

Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalui gagasan negara hukum (nomocracy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah masyarakat.

Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum tidak dimaksudkan hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali. Dengan demikian, cita negara hukum (rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah 'absolute rechtsstaat', melainkan 'democratische rechtsstaat' atau negara hukum yang demokratis. Dalam setiap Negara Hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap Negara Demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas hukum.

Penulis: Pascal Wilmar Yehezkiel Toloh

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline